19 May 2013

PENTAKOSTA : Memahami Tujuh Karunia Roh Kudus


 “Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu, dan nyalakanlah di dalamnya Api cinta-Mu. Utuslah Roh-Mu, maka semua akan dijadikan baru….

ROH KUDUS: PRIBADI ALLAH YANG NYATA SEKALIGUS MISTERIUS

Mungkin banyak umat Katolik dapat menjelaskan dengan baik tentang dua Pribadi dalam Trinitas, yaitu Allah Bapa dan Allah Putera. Namun, tentang Allah Roh Kudus, ada banyak orang yang mungkin mengalami kesulitan untuk menjelaskannya. Roh Kudus sering hanya dihubungkan dengan kelompok-kelompok tertentu saja, seperti kelompok karismatik, karena di kelompok ini manifestasi Roh Kudus dianggap lebih nyata terjadi. Sementara sejumlah umat yang lain sering memandang Roh Kudus sebagai Pribadi yang  misterius dan tidak dapat dimengerti. Namun, sebenarnya semua umat beriman yang telah dibaptis telah mempunyai Roh Kudus dan ketujuh karunia Roh Kudus. Yang menjadi masalah adalah, apakah karunia Roh Kudus ini disadari dan mewarnai kehidupan umat beriman, sehingga dapat dikatakan bahwa Roh Kudus sungguh nyata di dalam kehidupan mereka.

Dalam menyambut Pentakosta, yaitu perayaan turunnya Roh Kudus atas para rasul, mari bersama merenungkan ke- tujuh karunia Roh Kudus, seperti yang disebutkan dalam Yesaya 11:2-3 ” (1) kebijaksanaan (2) pengertian, (3) nasihat  (4) keperkasaan, (5) kesalehan, yaitu kesenangannya adalah takut akan Tuhan/ piety, (6) pengenalan akan Tuhan, (7) takut akan Tuhan”. Harapannya adalah, agar dengan merenungkan bahwa karunia Roh Kudus ini telah diberikan kepada kita pada saat Pembaptisan dan dikuatkan dalam Krisma, kita dapat bekerja sama dengan ketujuh karunia Roh Kudus ini, agar membawa buah-buahnya dalam kehidupan kita.

HUBUNGAN ANTARA KEBAJIKAN ILAHI, KEBAJIKAN POKOK DAN KARUNIA ROH KUDUS

Untuk lebih memahami tentang karunia Roh Kudus, maka kita perlu melihatnya dalam hubungannya dengan kebajikan ilahi maupun dalam hubungannya dengan kebajikan pokok. Kebajikan pokok adalah kebajikan manusia, yang merupakan pokok kehidupan moral, yang terdiri dari: kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan penguasaan diri. Kebijaksanaan membuat seseorang memahami tentang kebaikan yang benar dan memilih sarana yang tepat untuk mencapainya (KGK, 1835); keadilan memberikan apa yang menjadi hak Allah dan sesama (KGK, 1836); keberanian, mengejar kebaikan dengan teguh dan tidak takut menghadapi kesulitan (KGK, 1837); penguasaan diri dapat mengekang kenikmatan jasmani dan melakukannnya dalam batas-batas kewajaran (KGK, 1838). Untuk mencapai kesempurnaan dalam kebajikan ini, diperlukan latihan dan kerja keras. Namun, latihan dan kerja keras ini menjadi lebih mudah dan memberikan hasil yang lebih sempurna, kalau kita membiarkan Tuhan mengubah kita, baik melalui kebajikan ilahi maupun melalui karunia-karunia Roh Kudus.

Kebajikan-kebajikan manusia di atas berakar dalam kebajikan ilahi. Kebajikan ilahi, terdiri dari iman, pengharapan dan kasih. Kebajikan ilahi memungkinkan seseorang untuk mengambil bagian dalam kodrat ilahi (lih. 2 Ptr 1:4), karena Allah menjadi asal, sebab, dan tujuan (lih. KGK, 1812). Ini adalah cara yang dilakukan Allah untuk ‘membekali’  manusia agar manusia dapat mencapai tujuan akhir, Sorga, yang melebihi kodrat manusia. Iman memberikan penerangan kepada akal budi kita dengan kebenaran ilahi; pengharapan mengarahkan keinginan kita untuk mencapai tujuan akhir; kasih mempersatukan keinginan kita dengan Tuhan, yang menjadi tujuan akhir dan sasaran.

Dengan kata lain, kebajikan ilahi memungkinkan kita untuk mengambil bagian dalam kehidupan Allah yang tidak mungkin dicapai oleh kebajikan moral. Kebajikan moral dapat mengarahkan seseorang untuk membentuk masyarakat yang baik, namun tidak dapat membuat seseorang mengambil bagian dalam kehidupan Allah, karena kehidupan Allah adalah di luar kodrat manusia. Dengan kebajikan ilahi, Tuhan sendiri menanamkan iman, pengharapan dan kasih dalam diri manusia, sehingga manusia dapat mencapai Sorga. Dengan perkataan lain, kebajikan moral mempunyai materai manusia, namun kebajikan ilahi mempunyai materai Allah sendiri.

Namun demikian, ada begitu banyak hal terjadi di dalam kehidupan kita, baik penderitaan, pencobaan dan berbagai macam kemewahan dunia ini yang dapat menjauhkan kita dari tujuan akhir, yaitu Sorga. Ditambah lagi dengan kelemahan-kelemahan kita karena dosa asal. Oleh karena itu, walaupun Tuhan telah memberikan kebajikan ilahi serta rahmat pengudusan, yang menjadi modal utama dan syarat utama untuk mencapai keselamatan, manusia memerlukan Penolong lain, yaitu Roh Kudus, sehingga manusia dapat bertahan dalam kehidupan ini untuk mencapai Sorga.[2] Maka  Roh Kudus diperlukan oleh kita manusia, bukan hanya untuk bertahan, namun untuk selanjutnya membawa kita mencapai kesempurnaan kehidupan kristiani. Inilah yang dijanjikan oleh Kristus, ketika Ia mengatakan akan mengutus Roh Kudus, yang akan terus menyertai seluruh umat beriman (lih. Yoh 14:16). Kristus memberikan Roh Kudus, yaitu Roh-Nya sendiri yang akan tinggal di tengah- tengah kita semua yang percaya kepada-Nya. Roh Kudus yang tinggal di dalam hati manusia mewarnai dan mengubah jiwa manusia menjadi semakin bertumbuh dalam kekudusan, sehingga menjadi semakin serupa dengan Tuhan Yesus.

Roh Kudus memberikan inspirasi kepada umat manusia lewat karunia-karunia Roh Kudus. Nabi Yesaya telah menulis tentang ketujuh karunia Roh Kudus tersebut. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: “Ketujuh karunia Roh Kudus yang diberi kepada orang Kristen adalah: kebijaksanaan, pengertian, nasihat, keperkasaan, pengenalan, kesalehan, dan rasa takut kepada Allah.” (KGK, 1845). Mengapa umat Allah memerlukan tujuh karunia Roh Kudus? Jawabannya sederhana, yaitu karena karunia Roh Kudus ini diperlukan supaya kita dapat mencapai tujuan akhir kita, yaitu Sorga. Karena Sorga yang ilahi itu berada di luar kodrat manusia, maka kita memerlukan bantuan ilahi, yaitu Roh Kudus, untuk mencapai tujuan akhir ini. Sama seperti bayi tidak bisa pergi ke suatu tempat tanpa bantuan orang tuanya, maka kita tidak dapat mencapai Sorga tanpa bantuan dari Allah sendiri, yaitu Roh Kudus.

St. Thomas Aquinas menjelaskan lebih lanjut bahwa akal budi dan tentu saja kebajikan ilahi (iman, pengarapan dan kasih) diperlukan untuk mencapai tujuan akhir. Namun, karunia Roh Kudus inilah yang membuat jiwa kita siap  mengikuti gerakan rahmat Allah.[4] Dapat diibaratkan bahwa karunia Roh Kudus merupakan layar dari sebuah kapal, yang memungkinkan kapal bergerak di laut lepas menuju tujuan akhir tanpa adanya usaha yang begitu besar dari awak kapal. Dengan layar yang berkembang secara bebas, maka kapal tersebut dapat mencapai tujuan akhir dengan selamat.

Jika dikatakan bahwa kebajikan moral mempunyai materai manusia, maka dapat pula dikatakan bahwa karunia-karunia Roh Kudus mempunyai materai Allah. Rahmat pengudusan dan kebajikan ilahi memberikan gambaran akan Kristus. Ibaratnya, kebajikan moral adalah seumpama kuas di tangan manusia. Manusia dengan tangannya sendiri dapat menorehkan garis atau coretan untuk membentuk lukisan, namun tidaklah terlalu sempurna. Namun dengan karunia Roh Kudus, coretan tersebut menjadi sempurna. Sebab di sini kebajikan moral yang diumpamakan sebagai kuas, ada di tangan Allah, dengan  karunia Roh Kudus-Nya, sehingga kuas itu dapat menorehkan garis atau coretan untuk melukiskan gambar Yesus dengan sempurna. Inilah sebabnya, karunia Roh Kudus diperlukan oleh umat beriman dalam mencapai kesempurnaan kehidupan Kristiani.

TENTANG KARUNIA ROH KUDUS SECARA UMUM

Seperti yang telah disebutkan dalam Kitab Yesaya 11:2-3, tujuh karunia Roh Kudus adalahkebijaksanaan, pengertian, nasihat, keperkasaan, pengenalan, rasa takut akan Allah, dan kesalehan -yaitu yang kesukaannya adalah takut akan Allah (lih. Yes 11:2-3). Empat dari karunia ini adalah karunia yang menyempurnakan akal budi, yaitu: kebijaksanaan, pengertian, nasihat dan pengenalan akan Allah. Pengertian memberikan kedalaman pemahaman akan kebenaran Allah dan ketiga hal lainnya  memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Karunia kebijaksanaan membantu kita menimbang hal-hal yang berkaitan dengan Allah; pengenalan akan Allah membantu kita menimbang ataupun menilai hal- hal sehubungan dengan ciptaan; nasihat mengarahkan tindakan kita. Sedangkan tiga dari karunia ini adalah karunia yang menopang keinginan (will)  dan indera (senses) kita untuk menginginkan segala yang baik. Kesempurnaan keinginan (will) ditopang dengan kesalehan,  membimbing kita dalam hubungan kita dengan Allah dan sesama. Sedangkan untuk menopang indera (senses),  Roh Kudus memberikan keperkasaan dan rasa takut akan Tuhan. Keperkasaan memberikan kekuatan sehingga kita tidak menghindar dari kesulitan untuk mencapai kesempurnaan rohani; sedangkan rasa takut akan Tuhan memampukan indera kita untuk mengusahakan hubungan yang seharusnya antara Tuhan Sang Pencipta dan kita ciptaan-Nya, serta membatasi keinginan kita akan hal-hal yang bersifat duniawi.

Di antara semua karunia Roh Kudus, karunia yang tertinggi adalah kebijaksanaan. Kalau kita melihat tingkatannya, maka urutan karunia dari yang paling tinggi sampai yang paling mendasar adalah: kebijaksanaan, pengertian, pengenalan, nasihat, kesalehan, keperkasaan dan takut akan Tuhan. Sekarang, marilah kita lihat karunia-karunia ini satu persatu, mulai dari yang paling mendasar.

TENTANG TUJUH KARUNIA ROH KUDUS

1. Karunia takut akan Tuhan (fear of the Lord)
Ada ketakutan yang baik dan ada ketakutan yang tidak baik. Ketakutan yang bersumber pada keduniaan atau penderitaan fisik di atas segalanya tidaklah baik. Ketakutan seperti ini adalah ketakutan kehilangan kenyamanan fisik dan kenikmatan dunia melebihi ketakutan akan kehilangan iman. Jika seseorang menganggap iman dan Gereja  sebagai penghalang baginya, ia siap meninggalkan iman maupun Gereja supaya kenyamanan akan hal-hal duniawi dapat dipertahankan olehnya. Ketakutan seperti ini bukanlah ketakutan yang baik, sebab bahkan dapat membawanya kepada penderitaan abadi di neraka, sebab ia rela meninggalkan iman akan Kristus yang sudah diketahuinya dapat membawanya kepada kehidupan kekal. Namun demikian, ada ketakutan yang baik, yaitu takut akan Tuhan (fear of the Lord). St. Teresa mengatakan bahwa Tuhan telah memberikan obat bagi manusia untuk menghindari dosa, yaitu takut akan Tuhan dan kasih. Takut akan Tuhan adalah takut akan penghukuman Tuhan, takut bahwa dirinya akan terpisah dari Tuhan untuk selamanya di neraka. Ketakutan seperti ini disebut “servile fear“. Ketakutan pada tahap ini membantu seseorang untuk membawanya kepada pertobatan awal. Namun, bukankah Rasul Yohanes mengatakan bahwa dalam kasih tidak ada ketakutan? (lih. 1Yoh 4:18) Ya, dengan bertumbuhnya iman, maka takut akan penghukuman Tuhan akan berubah menjadi takut menyedihkan hati Tuhan, yang didasarkan atas kasih. Inilah yang disebut takut karena kasih (filial fear), seperti anak yang takut menyedihkan hati bapanya.

Karunia Roh Kudus ini menyadarkan bahwa satu-satunya yang memisahkan seseorang dari Tuhan adalah dosa. Oleh karena itu, manifestasi dari karunia ini adalah kesedihan karena dosa, yang diikuti dengan kebencian akan dosa. Orang yang membenci dosa tidak hanya menghindari dosa berat, namun juga ia tidak mau melakukan dosa ringan. Ia akan lari dari peluang dan kondisi yang dapat membuat dia berbuat dosa. Ia akan sadar bahwa meskipun ia sudah berusaha menghindari dosa, ia kerap tetap jatuh di dalam dosa, termasuk dosa ringan. Dengan demikian, ia menjadi sadar akan dirinya yang tidak berarti apa-apa, dan pada saat yang bersamaan ia sadar bahwa Tuhan adalah segalanya. Sikap seperti inilah yang  menuntunnya kepada kerendahan hati. Jika kita belajar dari kesalahan kita bahwa yang sering memisahkan diri kita dari Tuhan adalah godaan duniawi, maka kita belajar untuk membatasi diri dari kenikmatan duniawi. Inilah yang disebut sebagai kebajikan penguasaan diri (temperance). Marilah kita menilik ke dalam hati kita, sudahkah kita memiliki rasa takut akan Tuhan: sudahkah kita membenci dosa, dan berusaha untuk menjauhinya.

2. Karunia keperkasaan (fortitude)
Kebajikan keperkasaan adalah keberanian untuk mengejar yang baik dan tidak takut dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi tercapainya kebaikan tersebut. Karunia keperkasaan dari Roh Kudus adalah keberanian untuk mencapai misi yang diberikan oleh Tuhan, bukan berdasarkan pada kemampuan diri sendiri, namun bersandar pada kekuatan Tuhan. Dengan kebajikan keperkasaan, kita dapat berkata seperti  yang dikatakan oleh Rasul Paulus, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Flp 4:13). Juga, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rom 8:31) Melalui karunia ini, Roh Kudus memberikan kekuatan kepada kita untuk yakin, percaya dan bersandar kepada kekuatan Allah. Allah dapat menggunakan kita yang terbatas dalam banyak hal untuk memberikan kemuliaan bagi nama Tuhan. Sebab Allah memilih orang-orang yang bodoh, yang lemah, agar kemuliaan Allah dapat semakin dinyatakan, dan agar tidak ada orang yang bermegah di hadapan-Nya (lih. 1Kor 1:27-29).

Orang yang dipenuhi dengan karunia keperkasaan bukannya tidak pernah merasa takut, namun mereka dapat mengatasi ketakutannya karena mereka percaya pada Allah yang dapat melakukan segalanya. Bunda Teresa yang berani melaksanakan kehendak Allah untuk melayani orang-orang yang miskin di tengah-tengah pelayanannya sebagai biarawati yang menjadi guru, adalah contoh bagaimana karunia keperkasaan menjadi nyata. Dan dalam derajat yang sempurna, karunia Roh Kudus ini dinyatakan oleh para martir. Sekilas mungkin saja kita berpikir, “tetapi aku tidak mempunyai tingkat keberanian seperti para martir dan pan para orang kudus itu…”. Tetapi, benarkah bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita tidak mempunyai kesempatan untuk menerapkan karunia keperkasaan ini?

Dalam keseharian kita, kita juga dituntut untuk mati terhadap keinginan diri sendiri, dan berjuang dalam kekudusan. Dan orang yang secara sadar berjuang dalam kekudusan akan merasakan bahwa ini adalah tantangan yang sungguh berat. Keinginan dan perjuangan untuk hidup dalam kekudusan adalah karunia Roh Kudus. Roh Kudus memberikan kekuatan sehingga dapat memberikan keberanian untuk terus melakukan karya kerasulan walaupun ada banyak kekurangan, keberanian untuk menanggung sakit penyakit dan penderitaan, keberanian untuk mengutamakan orang lain dibandingkan diri sendiri, ataupun keberanian untuk mewartakan Kristus dan Gereja-Nya di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan pandangan relativisme dan keacuhan terhadap hal- hal rohani. Karunia keperkasaan diperoleh dengan kerendahan hati, yaitu dengan bertekun dalam doa dan sakramen. Sakramen Penguatan memberikan kekuatan kepada kita untuk menjadi tentara Kristus; Sakramen Ekaristi memberikan makanan spiritual yang akan menguatkan kita dalam perjuangan rohani; Sakramen Tobat memberikan kekuatan pada kita untuk melawan godaan; Sakramen Perminyakan memberikan kekuatan kepada kita dalam perlawanan terakhir.

3. Karunia kesalehan (piety)
Karunia kesalehan adalah karunia Roh Kudus yang membentuk hubungan kita dengan Allah seperti hubungan seorang anak dengan bapanya; dan pada saat yang bersamaan, membentuk hubungan persaudaraan yang baik dengan sesama. Karunia ini menyempurnakan kebajikan keadilan, yaitu keadilan kepada Allah – yang diwujudkan dengan agama – dan keadilan kepada sesama. Karunia kesalehan memberikan kita kepercayaan kepada Allah yang penuh kasih, sama seperti seorang anak percaya kepada bapanya. Hal ini memungkinkan karena kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah, sehingga kita dapat berseru “Abba, Bapa!” (lih. Rom 8:15). Dengan hubungan kasih seperti ini, seseorang dapat mengerjakan apa yang diminta oleh Allah dengan segera, karena percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik. Dalam doa, orang ini menaruh kepercayaan yang besar kepada Allah, karena percaya bahwa Allah memberikan yang terbaik, sama seperti seorang bapa akan memberikan yang terbaik bagi anak- anaknya. St. Theresia Kanak-kanak Yesus mempunyai karunia ini secara nyata, karena dia menempatkan dirinya sebagai seorang anak yang mau melakukan apa saja untuk Bapa-nya. Ia mengumpamakan kehidupan rohaninya sebagai seseorang yang naik dengan liftmenuju Tuhan, yaitu dengan tangan Tuhan sendiri yang menopangnya dan mengangkatnya. Kuncinya sederhana: melakukan hal-hal yang kecil dan sederhana, dengan kasih yang besar kepada Allah.

Orang-orang yang menerima karunia kesalehan akan memberikan penghormatan kepada Bunda Maria, para malaikat, para kudus, Gereja, sakramen, karena mereka semua itu berkaitan dengan Allah. Juga, orang-orang yang diberi karunia ini, juga akan membaca Kitab Suci dengan penuh hormat dan kasih, karena Kitab Suci merupakan surat cinta dari Allah kepada manusia. Dalam hubungannya dengan sesama, karunia kesalehan dapat menempatkan sesama sebagai saudara/i di dalam Kristus, karena Allah mengasihi seluruh umat manusia dan menginginkan agar mereka juga mendapatkan keselamatan. Mereka yang saleh ini akan menjadi lebih bermurah hati kepada sesama. Dan dalam derajat yang lebih tinggi, mereka bersedia memberikan dirinya demi kebaikan bersama.

4. Karunia nasihat (Counsel)
Mazmur 32:8 mengatakan, “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.” Allah menunjukkan jalan kepada kita melalui karunia Roh Kudus-Nya, yaitu karunia nasihat. Karunia adi kodrati ini adalah karunia yang memberikan petunjuk jalan mana yang harus ditempuh untuk dapat memberikan kemuliaan yang lebih besar bagi nama Tuhan. Karunia nasihat menerangi kebajikan kebijaksanaan (prudence), agar kita dapat memutuskan dengan baik, pada waktu, tempat dan keadaan tertentu. Dengan demikian, karunia nasihat senantiasa menerangi jalan orang- orang yang dengan sungguh- sungguh mendengarkan Roh Kudus.

Yang terpenting sehubungan dengan karunia nasihat adalah kesediaan dan kerjasama kita dalam melaksanakan dorongan Roh Kudus. Kita tidak boleh menempatkan penghalang sehingga Roh Kudus tidak dapat bekerja secara bebas. Penghalang karunia Roh Kudus ini dapat berasal dari diri kita sendiri, seperti keterikatan pada pertimbangan kita sendiri, tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, dan juga kurangnya kerendahan hati. Kita perlu belajar dari teladan Bunda Maria yang memiliki kesediaan penuh untuk bekerjasama mewujudkan karya Allah dalam hidupnya, dengan mengatakan, “Terjadilah padaku, Tuhan, menurut perkataan-Mu” (lih. Luk 1:38).

Dengan terus membiarkan Roh Kudus memimpin  jalan kita secara bebas, kita terus dimurnikan oleh Roh Kudus, sehingga lama kelamaan, kita mempunyai intuisi akan jalan mana yang harus diambil sesuai dengan apa yang diinginkan Allah. Karunia ini diperlukan bagi orang-orang yang memberikan bimbingan rohani, sehingga mereka dapat memberikan petunjuk sesuai dengan apa yang diinginkan Allah dalam kehidupan mereka.

5. Karunia pengenalan (knowledge)
Karunia pengenalan memberikan kemampuan kepada seseorang untuk menilai ciptaan dengan semestinya dan melihat kaitannya dengan Sang Pencipta. Kebijaksanaan 13:1-3 menggambarkan karunia ini dengan indahnya: “Sungguh tolol karena kodratnya semua orang yang tidak mengenal Allah sama sekali; dan mereka tidak mampu mengenal Dia yang ada dari barang-barang yang kelihatan, dan walaupun berhadapan dengan pekerjaan-Nya mereka tidak mengenal Senimannya. Sebaliknya, mereka mengganggap sebagai allah yang menguasai jagat raya ialah api atau angin ataupun udara kencang, lagipula lingkaran bintang-bintang atau air yang bergelora ataupun penerang-penerang yang ada di langit. Jika dengan menikmati keindahannya mereka sampai menganggapnya allah, maka seharusnya mereka mengerti betapa lebih mulianya Penguasa kesemuanya itu. Sebab Bapa dari keindahan itulah yang menciptakannya.” Dengan kata lain, karunia pengenalan akan Allah memberikan kepada kita, pengertian akan makna dari ciptaan dengan mengacu kepada Sang Pencipta, yaitu Tuhan.

Dengan karunia pengenalan akan Allah, seseorang dapat memberikan makna akan hal-hal sederhana yang dilakukannya setiap hari, dengan mengangkatnya ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan pengudusannya. Artinya, semua pekerjaan, jika dilakukan dengan jujur, bersungguh-sungguh dan dengan motivasi untuk mengasihi Allah, dapat menjadi cara bagi kita untuk bertumbuh dalam kekudusan. Semua hal  di dunia ini dapat dilihat dengan kaca mata Allah, dan dihargai sebagaimana Allah menghargai tiap-tiap ciptaan-Nya itu.

6. Karunia pengertian (understanding)
Karunia pengertian adalah adalah karunia yang memungkinkan seseorang untuk mengerti kedalaman misteri iman.  Karunia pengertian adalah seumpama sinar yang menerangi akal budi kita, sehingga kita dapat mengerti apa yang sebenarnya diajarkan oleh Kristus dan misteri iman seperti apakah yang harus kita percayai. Raja Daud memahami karunia ini, sehingga dengan penuh pengharapan ia berkata, “Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.” (Mzm 119:34) Karunia pengertian memberikan kedalaman pengertian akan Kitab Suci, kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam sakramen-sakramen, dan juga kejelasan akan tujuan akhir kita, yaitu Surga.

Karunia pengertian ini memberikan gambaran yang jelas akan tujuan akhir kita yaitu Surga. Dengan karunia ini, kita dapat terdorong untuk mengarahkan seluruh hidup kita ke Surga. Kita akan mengusahakan segala pikiran, perkataan dan perbuatan kita agar selaras dengan kehendak dan perintah Tuhan. Kita akan terdorong untuk terus mencari dan memahami apa yang menjadi kehendak-Nya dalam hidup kita dan berjuang dengan sekuat tenaga untuk melaksanakannya.

7. Karunia kebijaksanaan (wisdom)
Karunia kebijaksanaan adalah karunia yang memungkinkan manusia untuk mengalami pengetahuan akan Tuhan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Karunia kebijaksanaan ini berhubungan erat dengan kasih. Karunia ini bukan hanya merupakan pengetahuan belaka, namun merupakan satu pengalaman ilahi yang diperoleh melalui kasih. Roh Kudus mengisi jiwa orang- orang yang sederhana dan penuh kasih dengan karunia ini, sehingga seolah-olah mereka memakai kacamata ilahi dalam melihat segalanya. Seseorang dapat menjelaskan tentang rasa buah durian dengan berbagai macam kata dan susunan kalimat. Namun, tidak ada yang dapat menjelaskan dengan baik rasa buah durian selain dengan mencobanya sendiri. Atau sama seperti seorang ibu yang mengenal anaknya bukan dari buku, namun dari kasihnya kepada anaknya. Demikian juga, karunia ini akan menjadi semakin nyata dalam kehidupan seseorang, sesuai dengan besarnya kasih yang dinyatakan olehnya, kepada Tuhan. Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa adalah lebih baik bagi kita untuk hanya mengenal  sesuatu (ciptaan) yang lebih rendah dari kita daripada mencintainya, tapi adalah lebih baik bagi kita untuk mencintai sesuatu yang lebih tinggi dari kita daripada hanya mengenalnya. Karena Tuhan lebih tinggi secara tak terbatas daripada diri kita, maka adalah lebih baik kita untuk memperoleh pengetahuan akan Tuhan dengan cara mengasihi-Nya secara tak terbatas. Dengan demikian, seseorang dapat mengalami kemanisan akan Tuhan.

Karena karunia kebijaksanaan memungkinkan seseorang melihat segala sesuatunya dari kacamata Tuhan, maka orang ini dapat menimbang segala sesuatunya dengan tepat, mempunyai perspektif yang jelas akan kehidupan, melihat segala yang terjadi dalam kehidupannya dengan baik tanpa adanya kepahitan, dan dapat bersukacita di dalam penderitaan. Semua yang terjadi dilihat secara jelas dalam kaitannya dengan Tuhan. Karunia ini memungkinkan seseorang menjalani kehidupan sehari-hari dengan pandangan terfokus kepada Tuhan. Karunia ini membuat seseorang dapat mencerminkan Kristus, seperti yang dituliskan oleh Rasul Paulus, “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (1Kor 3:8)


(sumber : www.katolisitas.org)

No comments:

Post a Comment