20 May 2013

BULAN MARIA : Apa Dasar Ajaran Gereja Katolik tentang Bunda Maria Tetap Perawan Selamanya?


Pernahkah anda mendengar komentar-komentar seperti: “Bunda Maria tetap perawan? Ah, tidak mungkin…” atau “Bagi saya, tidak penting Bunda Maria perawan atau bukan…” atau “Bunda Maria itu yang tetap perawan jiwanya, bukan tubuhnya…” Semua komentar ini meragukan atau mempertanyakan keperawanan Maria, atau bahkan menganggapnya tidak penting. Gereja Katolik tidak mengajarkan demikian, karena keperawanan Maria membawa arti penting, yang menunjukkan kesempurnaan kasih Allah dalam melaksanakan rencana keselamatanNya, dan bahwa Yesus yang dilahirkan oleh Bunda Maria adalah sungguh-sungguh Allah. Karena itu, Gereja dipanggil untuk menjaga kemurnian ajarannya, dan mencontoh teladan hidup Maria yang murni jiwa dan raganya.

BUNDA MARIA, TETAP PERAWAN

Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah tetap perawan, sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus. Semua orang Kristen percaya bahwa Bunda Maria adalah perawan sebelum melahirkan Yesus, dan banyak dari mereka percaya bahwa Maria tetap perawan pada saat melahirkan Yesus. Tetapi hanya sedikit umat gereja Kristen Protestan yang percaya bahwa Bunda Maria tetaplah perawan setelah melahirkan Yesus Kristus. Kenapa hal Maria yang tetap perawan ini menjadi penting? Karena menurut sejarah, penyangkalan terhadap Maria yang tetap perawan akan menuju kepada penyangkalan terhadap kelahiran Yesus melalui Perawan Maria (the virgin birth of Christ), yang kemudian menjadi penyangkalan akan keilahian Yesus. Berikut ini kita lihat penjelasan mengenai hal keperawanan Maria menurut pengajaran Gereja Katolik, yang berdasarkan Kitab Suci, tulisan para Bapa Gereja, dan berdasarkan akal sehat. Juga kita lihat pengajaran dari para pendiri gereja Protestan, karena mereka semua sebenarnya juga mengakui keperawanan Maria.

Ayat dari Kitab Suci yang paling sering dikutip :

1. Matius 13:55, Mrk 6:3 “Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?”

Di dalam Alkitab, istilah “saudara” dipakai untuk menjelaskan banyak arti. Kata “saudara” memang dapat berarti saudara kandung, namun dapat juga berarti saudara seiman (Kis 21:7), saudara sebangsa (Kis 22:1), ataupun kerabat, seperti pada kitab asli bahasa Ibrani yang mengatakan Lot sebagai saudara Abraham (Kej 14:14), padahal Lot adalah keponakan Abraham.

Jadi untuk memeriksa apakah Yakobus dan Yusuf itu adalah saudara Yesus, kita melihat kepada ayat-ayat yang lain, yaitu ayat Matius 27:56 dan Markus 15:40, yang menuliskan nama-nama perempuan yang ‘melihat dari jauh’ ketika Yesus disalibkan. Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Yohanes, dan ibu anak-anak Zebedeus (Mat 27:56); atau Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda, Yoses dan Salome (Mar 15:40). Alkitab menunjukkan bahwa Maria ibu Yakobus ini tidak sama dengan Bunda Maria.

Mungkin yang paling jelas adalah kutipan dari Injil Yohanes, yang menyebutkan bahwa yang hadir dekat salib Yesus adalah, Bunda Maria, saudara Bunda Maria yang juga bernama Maria, istri dari Klopas, dan Maria Magdalena (Yoh 19:25). Jadi di sini jelaslah bahwa Maria (saudara Bunda Maria) ini adalah istri Klopas/ Kleopas, yang adalah juga ibu dari Yakobus dan Yoses. Kesimpulannya, Yakobus dan Yoses ini bukanlah saudara kandung Yesus.

2. Mat 1:24-25: Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki …

Banyak saudara-saudari kita dari gereja lain mengartikan ayat ini bahwa Maria tidak lagi perawan setelah melahirkan Yesus. Kata kuncinya di sini adalah kata ‘sampai’. Di dalam Alkitab, kata ‘sampai‘ ini tidak selalu berarti diikuti oleh perubahan kondisi. Contoh, pada 1 Kor 15:25, dikatakan, “Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampaiAllah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya.” Hal ini tidak bermaksud bahwa setelah Yesus mengalahkan musuh-Nya Ia tidak lagi menjadi Raja.

3. Luk 2:7: …dan ia (Maria) melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin…

Kata kunci di sini adalah, ‘sulung’. Sulung di sini tidak berarti bahwa Yesus kemudian mempunyai adik-adik. ‘Sulung’ di dalam Alkitab menerangkan hak istimewa dari seseorang. Contoh, pada Kitab Mazmur, Allah menyebut Daud ‘anak sulung’ (Mzm 89:28), meskipun Daud adalah anak ke-8 dari Isai (1 Sam 16).
Allah menyebut bangsa Israel disebut sebagai anak yang sulung (Kel 4:22). Kristus disebut ‘sulung’ adalah untuk menunjukkan bahwa Ia adalah ‘Israel’ yang baru, yang menjadi yang sulung dari banyak saudara (Rom 8:29), yang sulung dari segala ciptaan (Kol 1:15).

4. Mat 15:1-9 dan Yoh 19:27: Dalam Injil Matius bab 15, Yesus mengecam orang-orang Farisi yang mempersembahkan korban tetapi kemudian menelantarkan orang tua mereka. Hukum pada Perjanjian Lama seharusnya mewajibkan seorang anak untuk menanggung orang tuanya, sehingga praktek orang Farisi yang melanggar hal ini membuat Yesus menyebut mereka sebagai ‘munafik’ (Mat 15:1-7).

Dalam Yoh 19:26-27, pada saat Yesus disalibkan, Yesus memberikan Maria ibu-Nya kepada Yohanes (anak Zebedeus) rasul yang dikasihi-Nya, yang bukan saudara-Nya. Seandainya Yesus mempunyai adik-adik, seperti yang dianggap oleh gereja Protestan, perbuatan Yesus ini sungguh tidak masuk di akal. Yesus yang mengecam orang Farisi yang menelantarkan orang tuanya tidak mungkin menyebabkan saudara-Nya sendiri menelantarkan ibu-Nya. Kenyataan bahwa Yesus mempercayakan Maria kepada Yohanes adalah karena Ia tidak mempunyai saudara kandung, karena Bapa Yusuf-pun telah meninggal dunia, dan Yesus tidak mau meninggalkan ibu-Nya sebatang kara.

5. Luk 1:34: Kata Maria kepada malaikat itu, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami?”
Ayat ini sesungguhnya merupakan terjemahan dari “How shall this be, since I have no husband” (RSV) atau, “I am a virgin” (Jerusalem Bible), atau “I know not man” (Douay -Rheims terjemahan dari Vulgate). Sesungguhnya terjemahan yang benar adalah aku tidak bersuami (jika mengikuti RSV), atau aku seorang perawan (Jerusalem Bible) atau aku tidak mengenal/ berhubungan dengan laki-laki (D-R). Kalimat ini hanya masuk akal jika Maria telah memiliki kaul keperawanan -meskipun pada saat itu ia sudah bertunangan dengan Yusuf- karena, jika tidak demikian, pernyataan ini akan terdengar ‘ganjil’. Sebagai contoh, jika seseorang ditawari rokok, dan ia menjawab ‘saya tidak merokok’, maka maksudnya adalah ‘saya tidak pernah merokok’, dan bukan ‘saya tidak sedang merokok sekarang’.

PENGAJARAN BAPA GEREJA DARI GEREJA AWAL

Para Bapa Gereja secara konsisten mengajarkan Maria tetap Perawan (Perpetual Virginity of Mary). Sejarah membuktikan bahwa pengajaran tentang keperawanan Maria ini telah berakar dari sejak Gereja awal, seperti pengajaran dari:

1. Ignatius dari Antiokhia (meninggal tahun 110), Origen (233), Hilarius dari Poiters (m. 367) dan Gregorius Nissa (m. 394).

2. St. Athanasius (293-373) menyebutkan Maria sebagai Perawan selamanya (EverVirgin) dalam bukunya Discourses Against the Arians.

3. St. Jerome (347- 420) tidak hanya menyebutkan keperawanan Maria, tetapi juga keperawanan Yusuf. Ia menulis, “…You say that Mary did nor continue a virgin: I claim still more, that Joseph himself on account of Mary was (also) a virgin, so that from wedlock a virgin son was born.

4. St. Agustinus dan St. Ambrosius (akhir abad ke- 4), mengajarkan keperawanan Maria sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus Kristus, sehingga Maria adalah perawan selamanya. Dengan kuasa Roh Kudus yang sama, Yesus lahir tanpa merusak keperawanan Bunda Maria, seperti halnya setelah kebangkitan-Nya, Dia dapat datang ke dalam ruang tempat para murid-Nya berdoa, tanpa merusak semua pintu yang terkunci (Lih. Yoh 20:26). Roh Kudus yang  membangkitkan Yesus dari mati adalah Roh Kudus yang sama yang membentuk Yesus dalam rahim Bunda Maria. Maka kelahiran Yesus dan kebangkitan-Nya merupakan peristiwa yang ajaib: kelahirannya tidak merusak keperawanan Maria, seperti kebangkitan-Nya tidak merusak pintu yang terkunci.
St. Agustinus mengajarkan, “It is not right that He who came to heal corruption should by His advent violate integrity.” (Adalah tidak mungkin bahwa Ia yang datang untuk menyembuhkan korupsi/kerusakan, malah merusak keutuhan.”

4. St. Petrus Kristologus (406-450), St. Paus Leo Agung (440-461) dan St. Yohanes Damaskus (679-749) juga mengatakan hal yang sama 

5. Konsili Konstantinopel II (553) menyebutkan Bunda Maria sebagai "kudus, mulia, dan tetap Perawan Maria." 
Konsili ini merangkum ajaran-ajaran penting berkaitan dengan bahwa Yesus, adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Termasuk dalam ajaran ini adalah tentang keperawanan Maria.

PENGAJARAN MAGISTERIUM GEREJA KATOLIK

Doktrin dari keperawanan Maria, sebelum, pada saat dan sesudah kelahiran Yesus dinyatakan secara defintif oleh Paus St. Martin I di Sinode Lateran tahun 649, yang berbunyi:
The blessed ever-virginal and immaculate Mary conceived, without seed, by the Holy Spirit and without loss of integrity brought Him forth, and after His birth preserved her virginity inviolate.

Terjemahannya:
Maria yang tetap perawan dan tak bernoda yang terberkati, mengandung tanpa benih manusia, oleh Roh Kudus, dan tanpa kehilangan keutuhan melahirkan Dia dan sesudahnya tetap perawan (keperawanannya tidak ‘rusak’).
Maka, seperti Kritus yang bangkit dengan tubuh-Nya dapat menembus pintu-pintu rumah yang terkunci (lihat Yoh 20: 26), maka pada saat kelahiran-Nya, Ia pun lahir dengan tidak merusak keperawanan ibu-Nya, yaitu Bunda Maria.

PENGAJARAN DARI PENDIRI GEREJA PROTESTAN

Mungkin banyak dari saudara-saudari yang kita yang beragama Kristen non-Katolik tidak mengetahui bahwa para pendiri gereja Protestan awal juga mengajarkan mengenai hal Maria yang tetap perawan, seperti berikut ini:

1. Martin Luther (1483-1546): “Sudah menjadi iman kita bahwa Maria adalah Ibu Tuhan dan tetap perawan…. Kristus, kita percaya, lahir dari rahim yang tetap sempurna (‘a womb left perfectly intact’).”

2. John Calvin (1509-1564): “Ada orang-orang yang ingin mengartikan dari perikop Mat 1:25 bahwa Perawan Maria mempunyai anak-anak selain dari Kristus, Putera Allah, dan bahwa Yusuf berhubungan dengannya kemudian, tetapi, betapa bodohnya pemikiran seperti ini! Sebab penulis Injil tidak bermaksud merekam apa yang terjadi sesudahnya; ia hanya mau menyampaikan dengan jelas hal ketaatan Yusuf dan untuk menyatakan bahwa Yusuf telah diyakinkan bahwa Tuhanlah yang mengirimkan malaikatNya kepada Maria. Yusuf tidak pernah berhubungan dengan Maria …(He had therefore never dwelt with her nor had he shared her company)… Dan selanjutnya Tuhan kita Yesus Kristus dikatakan sebagai yang sulung. Hal ini bukan berarti bahwa ada anak yang kedua dan ketiga, tetapi karena penulis Injil ingin menyampaikan hak-hak yang lebih tinggi (precedence). Alkitab menyebutkan hal ‘sulung’ (firstborn), baik ada atau tidaknya anak yang kedua.”
John Calvin bahkan mengecam Helvidius, yang mengatakan bahwa Maria mempunyai banyak anak.

3. Ulrich Zwingli (1484-1531): “Saya yakin dan percaya bahwa Maria, sesuai dengan perkataan Injil, sebagai Perawan murni melahirkan Putera Allah dan pada saat melahirkan dan sesudahnya selalu tetap murni dan tetap perawan (‘forever remained a pure, intact Virgin’).”

4. John Wesley (1703-1791)menulis: “Saya percaya bahwa Dia (Tuhan Yesus) telah menjadi manusia, menyatukan kemanusiaan dengan keilahian dalam satu Pribadi; dikandung oleh satu kuasa Roh-Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria yang terberkati, yang setelah melahirkan-Nya tetap murni dan tetap perawan tak bernoda.”


PENTINGNYA KEPERAWANAN MARIA BAGI GEREJA

Keperawanan Maria berakibat penting pada Gereja karena Maria adalah ‘model’/ teladan bagi Gereja. Misteri keperawanan Maria dilanjutkan oleh Gereja dalam dua hal. Yang pertama Gereja menjaga kemurnian pengajarannya terhadap ajaran yang menyimpang (“heresy“). Kedua, Gereja memberikan tempat khusus pada penerapan ‘keperawanan’ secara jasmani, sepanjang sejarah Gereja. Keperawanan jasmani ini bukan dimaksudkan untuk merendahkan arti perkawinan, tetapi untuk menunjukkan kesempurnaan sesuai dengan teladan yang dicontohkan oleh Yesus sendiri yang mempersembahkan seluruh tubuh dan jiwa untuk pemenuhan rencana keselamatan Allah.

Roh Kudus yang bekerja menaungi Bunda Maria untuk mengandung dan melahirkan Yesus itu juga bekerja menaungi kita saat kita menerima Sakramen Pembaptisan. Dengan demikian, Kristus juga menjadikan Gereja-Nya sebagai Perawan, sebagaimana Bunda Maria adalah Perawan.

KESIMPULAN 
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa pengajaran Gereja Katolik tentang Bunda Maria yang tetap Perawan memiliki dasar yang kuat. Sebagai orang Katolik kitapun harus meyakini tentang keperawanan Bunda Maria ini, dan mensyukuri teladan kemurniannya. Maka, janganlah kita sampai meragukan keperawanan Maria, hanya karena kita berpikir itu tidaklah mungkin dari kacamata kita sebagai manusia. Karena tiada yang mustahil bagi Allah, apalagi jika itu menyangkut segala pernyataan tentang Diri-Nya yang kudus dan penuh kasih. Dengan perbuatan-Nya menguduskan Maria sedemikian rupa, Ia menunjukkan betapa kasih-Nya yang sempurna tidak meninggalkan sedikitpun cacat dan noda pada kemurnian Bunda Maria. Bunda Maria menjadi teladan bagi Gereja yang menjunjung tinggi nilai kemurnian tubuh dan jiwa dalam mengabdi Tuhan, dan memberi contoh bagi kita bagaimana memberikan diri seutuhnya bagi rencana Keselamatan Allah.


www.katolisitas.org

No comments:

Post a Comment