Bulan Mei ini adalah bulan Maria dan bulan ini diwarnai dengan cukup banyak
peringatan/perayaan yang menyangkut Bunda Maria: Pada tanggal 8 Mei beberapa
tarekat religius (termasuk SCJ) memperingati ‘Bunda Maria Pengantara Segala Rahmat’, pada tanggal 13 Mei Gereja
memperingati ‘Santa Perawan Maria dari Fatima’
dan pada hari yang sama beberapa tarekat religius memperingati ‘Maria, Bunda Pembantu’ atau ‘Santa Perawan Maria Pendamping yang Baik’,
tanggal 23 Mei bagi Suster-suster Puteri Maria Penolong Umat Kristiani (FMA)
dan para anggota Serikat Salesian Don Bosco (SDB) adalah ‘Hari Raya Santa Perawan Maria Pertolongan orang Kristen’. Pada
tanggal 31 Mei tiga tarekat religius, yaitu Frater-frater Bunda Hati Kudus
(BHK), Puteri Bunda Hati Kudus (FDNSC) dan Misionaris Hati Kudus (MSC)
merayakan ‘Hari Raya Bunda Hati Kudus’.
Pada hari yang sama Gereja menutup bulan Maria ini dengan ‘Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet’, sebuah pesta
khusus juga bagi para anggota Kongregasi Para Bruder Santa Perawan Maria Yang
Terkandung Tak Bernoda (FIC).
Bagi umat awam bulan Mei ini ditandai juga dengan berbagai bentuk kegiatan
devosional kepada Bunda Maria yang meningkat, misalnya kegiatan doa rosario
bersama dalam lingkungan-lingkungan. Ada pertemuan lingkungan yang diikuti
cukup banyak peserta, ada pula yang pas-pasan saja, namun semua itu sungguh
dapat memperkuat koinonia atau persekutuan
dalam umat.
Kita ketahui, bahwa pada hari Pentakosta pertama Maria juga hadir di
tengah-tengah para rasul, karena dia sudah ada bersama para rasul di “ruang
atas” (senakel) bertekun dengan sehati-sejiwa dalam doa bersama menanti-nantikan
kedatangan Roh Kudus (lihat Kis 1:14). Di lain pihak, dalam satu peristiwa
Maria yang penting, yaitu kunjungannya kepada Elisabet, Roh Kudus terasa
memegang peran sangat penting. Nah, tulisan ini mencoba menguraikan hubungan
istimewa antara dua pribadi ini: Roh Kudus dan Bunda Maria. Di sini kita
mengambil beberapa “peristiwa Maria” sebagai titik tolak. Setiap kali kita
berdoa “Salam Maria”, kita katakan kepada Santa Perawan Maria: “Terpujilah
engkau di antara wanita” (Luk 1:42). Sesungguhnya memang siapa lagi yang lebih
terberkati daripada dia yang dipilih menjadi Bunda Allah?
“Allah”, tulis Santo Bonaventura, “dapat membuat dunia menjadi lebih besar,
dapat memperluas surga, tetapi Dia tidak dapat membuat yang lebih besar
daripada Bunda Allah”. Berhubungan dengan pilihan ilahi ini adalah relasi
istimewa antara Santa Perawan Maria dan Roh Kudus.
DIKANDUNGNYA MARIA TANPA NODA DOSA
Relasi istimewa ini mulai pada awal keberadaan Maria. Gereja mengajar,
bahwa Maria dikandung tanpa dosa, artinya bahwa dia menerima dari Allah suatu
privilese unik “dikandung tanpa dosa-asal”, dalam rangka kebaikan-kebaikan dari
sang Penebus yang akan dilahirkannya. Dogma “Dikandung tanpa dosa” (Latin: conceptio immaculata; Inggris: Immaculate Conception) berarti, bahwa sejak saat
dikandung dalam rahim ibunya Maria dipenuhi rahmat oleh Allah. Tidak seperti
manusia biasa, Maria sudah dipenuhi rahmat sejak dari instansi pertama hidupnya
sebagai manusia. Jadi malaikat agung Gabriel benar ketika menyapanya “Salam,
hai engkau yang dikaruniai” (Yunani: kekharitomené, lihat
Luk 1:28; “penuh rahmat” / Latin: gratia plena). Harus
kita catat, bahwa terkandungnya Maria tanpa dosa – seperti juga karya
pengudusan lainnya – adalah karya Roh Kudus.
Dikandungnya tanpa dosa merupakan rahmat besar untuk menyiapkan Maria
sebagai Bunda Penebus. Allah menghendaki agar Maria menjadi Bunda Putera-Nya
melalui persetujuannya sendiri, dan persetujuannya ini harus merupakan
persetujuan total tanpa reserve. Dosa-asal dapat menciutkan totalitas dari
persetujuan tersebut. Mengapa? Karena dosa-asal, seperti semua dosa, adalah
“Tidak” kepada Allah dan kehendak-Nya. Kita masuk ke dunia tanpa dapat
menikmati hidup rahmat bukanlah karena keputusan jahat kita (kita tidak dapat
membuat keputusan jahat karena baru saja dikandung), tetapi karena dosa
Adam-Hawa di awal sejarah manusia. Bagaimana pun dosa-asal merupakan suatu
keadaan ditolak atau dijauhkan dari Allah. Meskipun dosa-asal sudah ‘dibuang’
ketika seseorang masuk ke dalam suatu keadaan rahmat, misalnya oleh baptisan,
masih ada saja bayang-bayang “Tidak” dalam apa yang dinamakan concupiscentia (Inggris: concupiscence). Yang
dimaksudkan di sini adalah suatu dualisme yang ada pada manusia yang
menghalanginya dalam mewujudkan seluruh kehendaknya. Concupiscentia itu sendiri bukanlah dosa,
melainkan akibat dari dosa dan membuat kita cenderung berdosa. Inilah tarikan
spontan yang sering kita alami, tidak hanya ke arah kenikmatan sensual,
melainkan juga ke arah hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah lainnya.
Manusia secara wajar dan alamiah cenderung berpusatkan diri sendiri yang
ujung-ujungnya dinamakan dosa. Maria bebas dari concupiscentia. Hal
ini berarti, bahwa dalam menghadirkan dirinya di hadapan Allah dan mewujudkan
kebebasannya Maria tidak terhalang dari dalam dirinya sendiri. Semua
yang baru disebutkan tadi adalah hasil karya Roh Kudus dalam dirinya!
PEMBERITAHUAN TENTANG KELAHIRAN YESUS KEPADA PERAWAN MARIA
Kita lihat di atas bahwa tidak ada dosa-asal pada diri Maria, dengan
demikian dia juga bebas dari concupiscentia. Bahkan
bayang-bayang “Tidak” terhadap Allah dan kehendak-Nya juga tak nampak dalam
dirinya. Sejak saat terkandungnya dalam rahim ibunya, yang ada hanyalah “Ya”
terhadap Allah dan kehendak-Nya. Jadi ketika malaikat agung Gabriel
menyampaikan “tawaran ilahi” kepada Maria, tawaran itu sebenarnya ditujukan
kepada seorang makhluk ciptaan yang sepenuhnya hanya mengatakan “Ya” kepada
Allah dan kehendak-Nya. Oleh karena itu Maria menanggapi “tawaran ilahi” dengan
sepenuh hati, secara definitif, tanpa reserve dengan berkata: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah
padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).
Jawaban Maria ini membawanya kepada suatu relasi yang lebih dekat lagi
dengan Roh Kudus. Sebab, sebelum itu telah dijelaskan oleh malaikat agung
Gabriel kepadanya bagaimana jadinya martabat keibuannya sebagai bunda Yesus
kelak: “Roh Kudus akan turun
atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak
yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1:35). Dia memberi
persetujuannya untuk menjadi Bunda sang Penyelamat dengan menyetujui tindakan Roh
Kudus atas dirinya. Dalam menyambut tindakan Roh Kudus tersebut dia menyambut
sang Penyelamat ke dalam hati dan rahimnya. Dengan penuh kepatuhan Maria
memberikan dirinya kepada tindakan Roh Kudus karena dia telah dipersiapkan
dengan karya Roh Kudus sebelumnya: dikandung tanpa dosa. Sejak saat itu pun
Maria sadar bahwa Anak yang dikandungnya itu adalah karunia Allah kepadanya dan
kepada umat manusia melalui tindakan Roh Kudus. Betapa tergetar kiranya hati
Maria penuh takzim, bahwa dia sedang bekerja sama dengan Roh Kudus dalam karya
Allah terbesar dan teragung ini, yaitu inkarnasi sang Firman menjadi manusia
(Yoh 1:14).
Datangnya Roh Kudus atas Maria bukanlah suatu peristiwa yang bersifat fana,
karena dengan begitu Maria menjadi tempat kediaman Allah. Pada peristiwa
pemberitahuan oleh malaikat agung Gabriel ini, Maria memasuki suatu relasi
dengan Roh Kudus sehingga kita boleh menyapanya sebagai “Mempelai Allah Roh
Kudus”. Suatu relasi seorang insan yang dikandung tanpa dosa dan murni, dengan
Roh Kudus yang adalah Kasih itu sendiri. Suatu relasi antara karunia murni,
yaitu Roh Kudus dan penerimaan total yang adalah Maria. Ini adalah relasi
dengan Roh Kudus yang dijalaninya sepanjang hidupnya di atas bumi.
KUNJUNGAN MARIA KEPADA ELISABET
Injil Lukas mengatakan, bahwa beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria
dan bergegas menuju sebuah kota di pegunungan Yehuda (Luk 1:39). Kita telah
lihat dalam peristiwa pemberitahuan oleh malaikat agung Gabriel di atas bahwa
Maria adalah pribadi yang sudah dipenuhi Roh Kudus. Ketika Elisabet mendengar
salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh
dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan nyaring, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah
rahimmu.” (Luk 1:41-42). Elisabetpun tidak ragu-ragu untuk menyapa
Maria sebagai “Ibu Tuhanku” (Luk
1:43). Di sini kita lihat bahwa peran Maria bersifat instrumental
dalam kedatangan Roh Kudus ke dalam diri Elisabet dan putera yang dikandungnya,
Yohanes Pembaptis. Ada suatu tradisi di tengah-tengah para Bapa
Gereja yang awal, bahwa Santo Yohanes Pembaptis dimurnikan dari dosa-asal pada
saat-saat pertemuan antara kedua perempuan itu.
Layak untuk kita catat, bahwa begitu Roh Kudus memenuhi diri Elisabet, dia
mengenali martabat Maria sebagai Ibu Tuhannya, dan memuji-mujinya. Ini
seyogianya merupakan bahan pemikiran dan permenungan bagi mereka yang menamakan
diri Kristen namun masih saja menolak untuk mengakui dan menghormati secara
istimewa Ibunda Yesus. Seperti Elisabet, siapa saja yang telah dipenuhi Roh
Kudus – mau tidak mau – haruslah mengakui martabat Maria sebagai Ibu Tuhan dan
memuji dia untuk privilese dan iman yang dimilikinya.
Pada waktu Maria dipuji oleh Elisabet, dia langsung melambungkan kidung Magnificat-nya yang sangat profetis, di mana dia
bernubuat: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan
hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan
kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan
menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan
perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya ……” (bacalah
keseluruhan kidung dalam Luk 1:46-55).
SAAT YESUS DIPERSEMBAHKAN DI BAIT ALLAH
Roh Kudus disebut lagi sehubungan dengan Maria dalam peristiwa Yesus
dipersembahkan di Bait Allah. Di tempat kudus itu keluarga suci dari Nazaret
ditemui oleh oleh seorang tua yang benar dan saleh, yang bernama Simeon. Roh
Kudus telah menyatakan kepada Simeon ini, bahwa dia tidak akan mati sebelum dia
melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan (lihat Luk 2:26). Pada waktu
menggendong kanak-kanak Yesus dia memuji-muji Allah sambil melambungkan “Kidung
Simeon” yang terkenal itu. Simeon datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Akhirnya
Simeon berkata kepada Maria: “Sesungguhnya
Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel
dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan – dan suatu pedang
akan menembus jiwamu sendiri – supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang”
(Luk 2:34-35).
Simeon dibimbing Roh Kudus untuk bertemu dengan kanak-kanak Yesus yang
sedang digendong oleh Maria. Dia bernubuat tentang masa depan Yesus dan bagian
Maria dalam misteri paska. Adalah Roh Kudus yang menyatakan hal-hal
ini kepada Maria melalui nubuat Simeon.
DI BAWAH KAKI SALIB DI KALVARI
Nubuat Simeon ini digenapi pada waktu penyaliban Kristus. Di Kalvari Maria
berdiri di dekat salib Yesus dan dia ikut ambil bagian dalam penderitaan Yesus
dalam arti sesungguhnya, detik demi detik. Ada sebilah pedang yang menembus
jiwanya selagi dia berdiri di sana dan memandangi Dia yang lagi meregang nyawa
pada kayu salib. Sesudah Yesus meminum anggur asam, berkatalah Ia, “Sudah
selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya (Yoh
19:25-30). Kata-kata Yesus ini mengandung dua arti. Arti harafiahnya adalah,
bahwa Yesus menghembuskan nafasnya yang terakhir lalu mati. Namun arti
teologisnya adalah, bahwa Yesus melakukan pelimpahan-awal Roh Kudus pada saat
Dia wafat di kayu salib. Dalam hal ini kita harus mengacu pada kata-kata Yesus
pada hari raya Pondok Daun, yang mengundang siapa saja yang haus untuk datang
kepada-Nya dan minum. Yesus mengatakan, bahwa dari hati-Nya akan mengalir ke
luar aliran-aliran air hidup. Penulis Injil Yohanes menafsirkan apa yang
dikatakan Yesus:“Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh
mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum
dimuliakan" (Yoh 7:37-39).
Yang dimaksudkan dengan “pemuliaan Yesus” di sini sesungguhnya adalah
sengsara-wafat-kebangkitan-Nya. Dari atas kayu salib, pada saat wafat-Nya Yesus
melimpahkan Roh Kudus. Penerima istimewa pelimpahan-awal dari Roh ini adalah
Maria, bunda-Nya, yang paling banyak ambil bagian dalam sengsara-Nya, dengan
demikian juga dalam kemuliaan-Nya.
PENTAKOSTA (PENCURAHAN ROH KUDUS)
Maria adalah salah seorang yang pergi ke “ruang atas” di Yerusalem dan
berdoa bersama para rasul. Santo Lukas secara eksplisit menyebut namanya: Maria
ibu Yesus! (Kis 1:14). Maria ada bersama para murid pada waktu
pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta. Bagi Maria, Roh Kudus yang
turun atas para rasul mengembalikan kenangan-kenangan ketika dia menerima kabar
dari malaikat agung Gabriel yang mengatakan: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan
menaungi engkau” (Luk 1:35). Itu bukan déjà vu, tetapi
penggenapan dari segalanya yang dimulai pada hari istimewa itu, ketika dia
menyerahkan diri kepada tindakan Roh Kudus.
Tentunya sekarang Maria sangat bersukacita menyadari bahwa Roh Kudus telah
datang untuk memenuhi dan mengabadikan semua yang dicapai oleh Kristus,
Puteranya. Sekarang dia mengalami karunia agung dari Puteranya, yaitu Roh Kudus
yang dicurahkan sebagai karunia untuk membuat Puteranya hidup dalam hati para
murid dan di tengah umat manusia. Seperti ketika dia telah memelihara Kristus
dalam rahimnya, maka sekarang Maria harus memelihara komunitas para murid
dengan kehadirannya sebagai seorang ibu, dengan teladan-teladannya,
kenangan-kenangannya dan kata-katanya. Semua ini dilakukan Maria sampai hari
kematiannya.
MARIA DIANGKAT KE SURGA
Kematian bukanlah akhir bagi Maria, seperti juga halnya dengan Puteranya.
Gereja mengajar bahwa setelah akhir hidupnya di dunia, Maria diangkat – tubuh
dan jiwa – ke dalam kemuliaan surgawi. Dengan kata lain, seperti Puteranya
Maria juga dibangkitkan dari kematiannya dan diangkat ke surga untuk ikut ambil
bagian dalam kemuliaan-Nya.
Karena kebangkitan Tuhan merupakan karya Bapa dan
Putera melalui Roh Kudus (1Ptr 3:18; Rm 8:11), maka demikian pula halnya
peristiwa diangkatnya Maria ke dalam kemuliaan surgawi dalam personalitas
kemanusiaannya secara total. Dengan
mengangkatnya ke surga, Roh Kudus memahkotai karya-Nya dalam diri Maria yang
dimulai-Nya pada “perkandungan tanpa dosa” dan memuncak pada Inkarnasi Putera
Allah. Diangkatnya Maria ke dalam kemuliaan surgawi merupakan masterpiece Tuhan Yesus Kristus dan Roh-Nya dalam
menyatakan kekudusan Bapa surgawi.
Catatan Penutup
Hidup Maria tak terpisahkan dari karya Roh Kudus. Hidupnya tidak hanya
dipenuhi Roh Kudus (Spirit-filled), tetapi
juga dipimpin oleh Roh Kudus (Spirit-led). Kita
pun harus meneladan dia; tidak hanya cukup dipenuhi dengan Roh Kudus, tetapi
senantiasa dengan rendah hati memohon agar Roh Kudus selalu memimpin
langkah-langkah kita dalam kehidupan ini. Syafaat Bunda Maria relevan dalam hal
ini, dan dia masih mendoakan kita semua. Jangan lupakan Ibu kita ini! Banyak
orang yang mengklaim diri dipenuhi Roh Allah, tetapi dengan sikap angkuh
mengabaikan peranan dan keberadaan Bunda Allah dalam hidupnya. Itu adalah tanda
kesombongon rohani yang secara bertahap akan membawa orang ke neraka, bukan ke
surga! Memang kita sudah berada dalam proses pengudusan, namun kita hidup dalam
dunia yang penuh dengan dosa dan kekuatan-kekuatan dosa dalam diri kita belum
sepenuhnya punah. Oleh karena itu dalam perjuangan kita menuju kekudusan – seturut
kehendak Allah sendiri – berpalinglah kepada Maria sang Mempelai Allah Roh
Kudus.
F.X. Indrapradja, OFS (sangsabda.wordpress.com)
No comments:
Post a Comment