Pernahkah anda mendengar komentar-komentar seperti: “Bunda Maria
tetap perawan? Ah, tidak mungkin…” atau “Bagi saya, tidak penting Bunda Maria
perawan atau bukan…” atau “Bunda Maria itu yang tetap perawan jiwanya, bukan
tubuhnya…” Semua komentar ini meragukan atau mempertanyakan keperawanan Maria,
atau bahkan menganggapnya tidak penting. Gereja Katolik tidak mengajarkan
demikian, karena keperawanan Maria membawa arti penting, yang menunjukkan
kesempurnaan kasih Allah dalam melaksanakan rencana keselamatanNya, dan bahwa
Yesus yang dilahirkan oleh Bunda Maria adalah sungguh-sungguh Allah. Karena
itu, Gereja dipanggil untuk menjaga kemurnian ajarannya, dan mencontoh teladan
hidup Maria yang murni jiwa dan raganya.
BUNDA MARIA, TETAP PERAWAN
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda
Maria adalah tetap perawan, sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus.
Semua orang Kristen percaya bahwa Bunda Maria adalah perawan sebelum melahirkan
Yesus, dan banyak dari mereka percaya bahwa Maria tetap perawan pada saat
melahirkan Yesus. Tetapi hanya sedikit umat gereja Kristen Protestan yang
percaya bahwa Bunda Maria tetaplah perawan setelah melahirkan Yesus Kristus.
Kenapa hal Maria yang tetap perawan ini menjadi penting? Karena menurut
sejarah, penyangkalan terhadap Maria
yang tetap perawan akan menuju kepada penyangkalan terhadap kelahiran Yesus
melalui Perawan Maria (the
virgin birth of Christ),
yang kemudian menjadi penyangkalan akan keilahian Yesus. Berikut
ini kita lihat penjelasan mengenai hal keperawanan Maria menurut pengajaran
Gereja Katolik, yang berdasarkan Kitab Suci, tulisan para Bapa Gereja, dan
berdasarkan akal sehat. Juga kita lihat pengajaran dari para pendiri gereja
Protestan, karena mereka semua sebenarnya juga mengakui keperawanan Maria.
Ayat dari Kitab Suci yang paling sering
dikutip :
1. Matius 13:55, Mrk 6:3 “Bukankah
Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan
saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?”
Di dalam Alkitab, istilah “saudara” dipakai untuk menjelaskan
banyak arti. Kata “saudara” memang dapat berarti saudara kandung, namun dapat
juga berarti saudara seiman (Kis 21:7), saudara sebangsa (Kis 22:1), ataupun
kerabat, seperti pada kitab asli bahasa Ibrani yang mengatakan Lot sebagai
saudara Abraham (Kej 14:14), padahal Lot adalah keponakan Abraham.
Jadi untuk memeriksa apakah Yakobus dan Yusuf itu adalah saudara
Yesus, kita melihat kepada ayat-ayat yang lain, yaitu ayat Matius 27:56 dan
Markus 15:40, yang menuliskan nama-nama perempuan yang ‘melihat dari jauh’
ketika Yesus disalibkan. Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan
Yohanes, dan ibu anak-anak Zebedeus (Mat 27:56); atau Maria Magdalena, Maria
ibu Yakobus Muda, Yoses dan Salome (Mar 15:40). Alkitab menunjukkan bahwa Maria
ibu Yakobus ini tidak sama dengan Bunda Maria.
Mungkin yang paling jelas adalah kutipan dari Injil Yohanes,
yang menyebutkan bahwa yang hadir dekat salib Yesus adalah, Bunda Maria,
saudara Bunda Maria yang juga bernama Maria, istri dari Klopas, dan Maria
Magdalena (Yoh 19:25). Jadi di sini jelaslah bahwa Maria (saudara Bunda Maria)
ini adalah istri Klopas/ Kleopas, yang adalah juga ibu dari Yakobus dan Yoses.
Kesimpulannya, Yakobus dan Yoses ini bukanlah saudara kandung Yesus.
2. Mat 1:24-25: Sesudah
bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan
itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh
dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki
…
Banyak saudara-saudari kita dari gereja lain mengartikan ayat
ini bahwa Maria tidak lagi perawan setelah melahirkan Yesus. Kata kuncinya di
sini adalah kata ‘sampai’. Di dalam Alkitab, kata ‘sampai‘ ini
tidak selalu berarti diikuti oleh perubahan kondisi. Contoh, pada 1 Kor 15:25,
dikatakan, “Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampaiAllah meletakkan semua musuh-Nya di
bawah kaki-Nya.” Hal ini tidak bermaksud bahwa setelah Yesus mengalahkan
musuh-Nya Ia tidak lagi menjadi Raja.
3. Luk 2:7: …dan ia (Maria) melahirkan seorang anak laki-laki,
anaknya yang sulung,
lalu dibungkusnya dengan lampin…
Kata kunci di sini adalah, ‘sulung’. Sulung di sini tidak
berarti bahwa Yesus kemudian mempunyai adik-adik. ‘Sulung’ di dalam Alkitab
menerangkan hak istimewa dari seseorang. Contoh, pada Kitab Mazmur, Allah
menyebut Daud ‘anak sulung’ (Mzm 89:28), meskipun Daud adalah anak ke-8 dari
Isai (1 Sam 16).
Allah menyebut bangsa Israel disebut sebagai anak yang sulung
(Kel 4:22). Kristus disebut ‘sulung’ adalah untuk menunjukkan bahwa Ia adalah
‘Israel’ yang baru, yang menjadi yang sulung dari banyak saudara (Rom 8:29),
yang sulung dari segala ciptaan (Kol 1:15).
4. Mat 15:1-9 dan Yoh 19:27: Dalam Injil
Matius bab 15, Yesus mengecam orang-orang Farisi yang mempersembahkan korban
tetapi kemudian menelantarkan orang tua mereka. Hukum pada Perjanjian Lama
seharusnya mewajibkan seorang anak untuk menanggung orang tuanya, sehingga
praktek orang Farisi yang melanggar hal ini membuat Yesus menyebut mereka
sebagai ‘munafik’ (Mat 15:1-7).
Dalam Yoh 19:26-27, pada saat Yesus disalibkan, Yesus memberikan
Maria ibu-Nya kepada Yohanes (anak Zebedeus) rasul yang dikasihi-Nya, yang
bukan saudara-Nya. Seandainya Yesus mempunyai adik-adik, seperti yang dianggap
oleh gereja Protestan, perbuatan Yesus ini sungguh tidak masuk di akal. Yesus
yang mengecam orang Farisi yang menelantarkan orang tuanya tidak mungkin
menyebabkan saudara-Nya sendiri menelantarkan ibu-Nya. Kenyataan bahwa Yesus
mempercayakan Maria kepada Yohanes adalah karena Ia tidak mempunyai saudara
kandung, karena Bapa Yusuf-pun telah meninggal dunia, dan Yesus tidak mau
meninggalkan ibu-Nya sebatang kara.
5. Luk 1:34: Kata
Maria kepada malaikat itu, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum
bersuami?”
Ayat ini sesungguhnya merupakan terjemahan dari “How shall this
be, since I
have no husband” (RSV) atau, “I
am a virgin” (Jerusalem Bible), atau “I
know not man” (Douay -Rheims terjemahan dari Vulgate).
Sesungguhnya terjemahan yang benar adalah aku tidak bersuami (jika mengikuti
RSV), atau aku seorang perawan (Jerusalem Bible) atau aku tidak mengenal/
berhubungan dengan laki-laki (D-R). Kalimat ini hanya masuk akal jika Maria
telah memiliki kaul keperawanan -meskipun pada saat itu ia sudah bertunangan
dengan Yusuf- karena, jika tidak demikian, pernyataan ini akan terdengar
‘ganjil’. Sebagai contoh, jika seseorang ditawari rokok, dan ia menjawab ‘saya
tidak merokok’, maka maksudnya adalah ‘saya tidak pernah merokok’, dan bukan
‘saya tidak sedang merokok sekarang’.
PENGAJARAN BAPA GEREJA DARI GEREJA AWAL
PENGAJARAN BAPA GEREJA DARI GEREJA AWAL
Para Bapa Gereja secara konsisten mengajarkan Maria tetap
Perawan (Perpetual
Virginity of Mary). Sejarah membuktikan bahwa pengajaran tentang
keperawanan Maria ini telah berakar dari sejak Gereja awal, seperti pengajaran
dari:
1. Ignatius dari Antiokhia (meninggal tahun 110), Origen (233), Hilarius dari Poiters (m. 367) dan Gregorius
Nissa (m.
394).
2. St. Athanasius (293-373) menyebutkan Maria sebagai
Perawan selamanya (EverVirgin)
dalam bukunya Discourses Against the Arians.
3. St. Jerome (347- 420) tidak hanya menyebutkan
keperawanan Maria, tetapi juga keperawanan Yusuf. Ia menulis, “…You say that Mary did nor
continue a virgin: I claim still more, that Joseph himself on account of Mary
was (also) a virgin, so that from wedlock a virgin son was born.”
4. St. Agustinus dan St. Ambrosius (akhir abad ke- 4), mengajarkan
keperawanan Maria sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus Kristus,
sehingga Maria adalah perawan selamanya. Dengan kuasa Roh Kudus yang sama, Yesus lahir tanpa
merusak keperawanan Bunda Maria, seperti halnya setelah kebangkitan-Nya, Dia
dapat datang ke dalam ruang tempat para murid-Nya berdoa, tanpa merusak semua
pintu yang terkunci (Lih. Yoh 20:26). Roh Kudus yang membangkitkan Yesus dari mati
adalah Roh Kudus yang sama yang membentuk Yesus dalam rahim Bunda Maria. Maka
kelahiran Yesus dan kebangkitan-Nya merupakan peristiwa yang ajaib:
kelahirannya tidak merusak keperawanan Maria, seperti kebangkitan-Nya tidak
merusak pintu yang terkunci.
St. Agustinus mengajarkan, “It
is not right that He who came to heal corruption should by His advent violate
integrity.” (Adalah tidak mungkin bahwa Ia yang datang untuk
menyembuhkan korupsi/kerusakan, malah merusak keutuhan.”
4. St. Petrus Kristologus (406-450), St. Paus Leo Agung (440-461) dan St. Yohanes Damaskus (679-749) juga mengatakan hal yang sama
5. Konsili Konstantinopel II (553) menyebutkan Bunda Maria sebagai "kudus, mulia, dan tetap Perawan Maria."
Konsili ini merangkum ajaran-ajaran penting berkaitan dengan
bahwa Yesus, adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Termasuk dalam ajaran
ini adalah tentang keperawanan Maria.
PENGAJARAN MAGISTERIUM GEREJA KATOLIK
PENGAJARAN MAGISTERIUM GEREJA KATOLIK
Doktrin dari keperawanan Maria, sebelum, pada saat dan sesudah
kelahiran Yesus dinyatakan secara defintif oleh Paus St. Martin I di Sinode
Lateran tahun 649, yang berbunyi:
“The
blessed ever-virginal and immaculate Mary conceived, without seed, by the Holy
Spirit and without loss of integrity brought Him forth, and after His birth
preserved her virginity inviolate.”
Terjemahannya:
Maria yang tetap perawan dan tak bernoda yang terberkati,
mengandung tanpa benih manusia, oleh Roh Kudus, dan tanpa kehilangan keutuhan
melahirkan Dia dan sesudahnya tetap perawan (keperawanannya tidak ‘rusak’).
Maka, seperti Kritus yang bangkit dengan tubuh-Nya dapat
menembus pintu-pintu rumah yang terkunci (lihat Yoh 20: 26), maka pada saat
kelahiran-Nya, Ia pun lahir dengan tidak merusak keperawanan ibu-Nya, yaitu
Bunda Maria.
PENGAJARAN DARI PENDIRI GEREJA PROTESTAN
Mungkin banyak dari saudara-saudari yang kita yang beragama
Kristen non-Katolik tidak mengetahui bahwa para pendiri gereja Protestan awal
juga mengajarkan mengenai hal Maria yang tetap perawan, seperti berikut ini:
1. Martin Luther (1483-1546): “Sudah menjadi iman kita
bahwa Maria adalah Ibu Tuhan dan tetap perawan…. Kristus, kita percaya, lahir
dari rahim yang tetap sempurna (‘a
womb left perfectly intact’).”
2. John Calvin (1509-1564): “Ada orang-orang
yang ingin mengartikan dari perikop Mat 1:25 bahwa Perawan Maria mempunyai
anak-anak selain dari Kristus, Putera Allah, dan bahwa Yusuf berhubungan
dengannya kemudian, tetapi, betapa bodohnya pemikiran seperti ini! Sebab
penulis Injil tidak bermaksud merekam apa yang terjadi sesudahnya; ia hanya mau
menyampaikan dengan jelas hal ketaatan Yusuf dan untuk menyatakan bahwa Yusuf
telah diyakinkan bahwa Tuhanlah yang mengirimkan malaikatNya kepada Maria.
Yusuf tidak pernah berhubungan dengan Maria …(He had therefore never dwelt with her nor had he
shared her company)… Dan selanjutnya Tuhan kita Yesus Kristus
dikatakan sebagai yang sulung. Hal ini bukan berarti bahwa ada anak yang kedua
dan ketiga, tetapi karena penulis Injil ingin menyampaikan hak-hak yang lebih
tinggi (precedence).
Alkitab menyebutkan hal ‘sulung’ (firstborn),
baik ada atau tidaknya anak yang kedua.”
John Calvin bahkan mengecam Helvidius, yang mengatakan bahwa
Maria mempunyai banyak anak.
3. Ulrich Zwingli (1484-1531): “Saya yakin dan
percaya bahwa Maria, sesuai dengan perkataan Injil, sebagai Perawan murni
melahirkan Putera Allah dan pada saat melahirkan dan sesudahnya selalu tetap
murni dan tetap perawan (‘forever
remained a pure, intact Virgin’).”
4. John Wesley (1703-1791)menulis: “Saya percaya
bahwa Dia (Tuhan Yesus) telah menjadi manusia, menyatukan kemanusiaan dengan
keilahian dalam satu Pribadi; dikandung oleh satu kuasa Roh-Kudus, dilahirkan
oleh Perawan Maria yang terberkati, yang setelah melahirkan-Nya tetap murni dan
tetap perawan tak bernoda.”
Keperawanan Maria berakibat penting pada Gereja karena Maria
adalah ‘model’/ teladan bagi Gereja. Misteri keperawanan Maria dilanjutkan oleh
Gereja dalam dua hal. Yang pertama Gereja menjaga kemurnian pengajarannya
terhadap ajaran yang menyimpang (“heresy“).
Kedua, Gereja memberikan tempat khusus pada penerapan ‘keperawanan’ secara
jasmani, sepanjang sejarah Gereja. Keperawanan jasmani ini bukan dimaksudkan untuk
merendahkan arti perkawinan, tetapi untuk menunjukkan kesempurnaan sesuai
dengan teladan yang dicontohkan oleh Yesus sendiri yang mempersembahkan seluruh
tubuh dan jiwa untuk pemenuhan rencana keselamatan Allah.
Roh Kudus yang bekerja menaungi Bunda Maria untuk mengandung dan
melahirkan Yesus itu juga bekerja menaungi kita saat kita menerima Sakramen
Pembaptisan. Dengan demikian, Kristus juga menjadikan Gereja-Nya sebagai
Perawan, sebagaimana Bunda Maria adalah Perawan.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa pengajaran
Gereja Katolik tentang Bunda Maria yang tetap Perawan memiliki dasar yang kuat.
Sebagai orang Katolik kitapun harus meyakini tentang keperawanan Bunda Maria
ini, dan mensyukuri teladan kemurniannya. Maka, janganlah kita sampai meragukan
keperawanan Maria, hanya karena kita berpikir itu tidaklah mungkin dari
kacamata kita sebagai manusia. Karena tiada yang mustahil bagi Allah, apalagi
jika itu menyangkut segala pernyataan tentang Diri-Nya yang kudus dan penuh
kasih. Dengan perbuatan-Nya menguduskan Maria sedemikian rupa, Ia menunjukkan
betapa kasih-Nya yang sempurna tidak meninggalkan sedikitpun cacat dan noda
pada kemurnian Bunda Maria. Bunda Maria menjadi teladan
bagi Gereja yang menjunjung tinggi nilai kemurnian tubuh dan jiwa dalam
mengabdi Tuhan, dan memberi contoh bagi kita bagaimana memberikan diri
seutuhnya bagi rencana Keselamatan Allah.
www.katolisitas.org
No comments:
Post a Comment