“Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu,
dan nyalakanlah di dalamnya Api cinta-Mu. Utuslah Roh-Mu, maka semua akan
dijadikan baru….”
ROH KUDUS: PRIBADI ALLAH YANG NYATA SEKALIGUS
MISTERIUS
Mungkin banyak umat Katolik dapat menjelaskan dengan
baik tentang dua Pribadi dalam Trinitas, yaitu Allah Bapa dan Allah Putera.
Namun, tentang Allah Roh Kudus, ada banyak orang yang mungkin mengalami
kesulitan untuk menjelaskannya. Roh Kudus sering hanya dihubungkan dengan
kelompok-kelompok tertentu saja, seperti kelompok karismatik, karena di
kelompok ini manifestasi Roh Kudus dianggap lebih nyata terjadi. Sementara
sejumlah umat yang lain sering memandang Roh Kudus sebagai Pribadi yang
misterius dan tidak dapat dimengerti. Namun, sebenarnya semua umat beriman yang
telah dibaptis telah mempunyai Roh Kudus dan ketujuh karunia Roh Kudus. Yang
menjadi masalah adalah, apakah karunia Roh Kudus ini disadari dan mewarnai
kehidupan umat beriman, sehingga dapat dikatakan bahwa Roh Kudus sungguh nyata
di dalam kehidupan mereka.
Dalam menyambut Pentakosta, yaitu perayaan turunnya
Roh Kudus atas para rasul, mari bersama merenungkan ke- tujuh karunia Roh
Kudus, seperti yang disebutkan dalam Yesaya 11:2-3 ” (1) kebijaksanaan (2)
pengertian, (3) nasihat (4) keperkasaan, (5) kesalehan, yaitu
kesenangannya adalah takut akan Tuhan/ piety, (6) pengenalan akan
Tuhan, (7) takut akan Tuhan”. Harapannya adalah, agar dengan merenungkan bahwa
karunia Roh Kudus ini telah diberikan kepada kita pada saat Pembaptisan dan
dikuatkan dalam Krisma, kita dapat bekerja sama dengan ketujuh karunia Roh
Kudus ini, agar membawa buah-buahnya dalam kehidupan kita.
HUBUNGAN ANTARA KEBAJIKAN ILAHI, KEBAJIKAN POKOK DAN
KARUNIA ROH KUDUS
Untuk lebih memahami tentang karunia Roh Kudus, maka
kita perlu melihatnya dalam hubungannya dengan kebajikan ilahi maupun dalam
hubungannya dengan kebajikan pokok. Kebajikan pokok adalah kebajikan manusia,
yang merupakan pokok kehidupan moral, yang terdiri dari: kebijaksanaan,
keadilan, keberanian dan penguasaan diri. Kebijaksanaan membuat seseorang
memahami tentang kebaikan yang benar dan memilih sarana yang tepat untuk mencapainya
(KGK, 1835); keadilan memberikan apa yang menjadi hak Allah dan sesama (KGK,
1836); keberanian, mengejar kebaikan dengan teguh dan tidak takut menghadapi
kesulitan (KGK, 1837); penguasaan diri dapat mengekang kenikmatan jasmani dan
melakukannnya dalam batas-batas kewajaran (KGK, 1838). Untuk mencapai
kesempurnaan dalam kebajikan ini, diperlukan latihan dan kerja keras. Namun,
latihan dan kerja keras ini menjadi lebih mudah dan memberikan hasil yang lebih
sempurna, kalau kita membiarkan Tuhan mengubah kita, baik melalui kebajikan
ilahi maupun melalui karunia-karunia Roh Kudus.
Kebajikan-kebajikan manusia di atas berakar dalam
kebajikan ilahi. Kebajikan ilahi, terdiri dari iman, pengharapan dan kasih.
Kebajikan ilahi memungkinkan seseorang untuk mengambil bagian dalam kodrat
ilahi (lih. 2 Ptr 1:4), karena Allah menjadi asal, sebab, dan tujuan (lih. KGK,
1812). Ini adalah cara yang dilakukan Allah untuk ‘membekali’ manusia
agar manusia dapat mencapai tujuan akhir, Sorga, yang melebihi kodrat manusia.
Iman memberikan penerangan kepada akal budi kita dengan kebenaran ilahi;
pengharapan mengarahkan keinginan kita untuk mencapai tujuan akhir; kasih
mempersatukan keinginan kita dengan Tuhan, yang menjadi tujuan akhir dan
sasaran.
Dengan kata lain, kebajikan ilahi memungkinkan kita
untuk mengambil bagian dalam kehidupan Allah yang tidak mungkin dicapai oleh kebajikan
moral. Kebajikan moral dapat mengarahkan seseorang untuk membentuk masyarakat
yang baik, namun tidak dapat membuat seseorang mengambil bagian dalam kehidupan
Allah, karena kehidupan Allah adalah di luar kodrat manusia. Dengan kebajikan
ilahi, Tuhan sendiri menanamkan iman, pengharapan dan kasih dalam diri manusia,
sehingga manusia dapat mencapai Sorga. Dengan perkataan lain, kebajikan moral
mempunyai materai manusia, namun kebajikan ilahi mempunyai materai Allah
sendiri.
Namun demikian, ada begitu banyak hal terjadi di dalam
kehidupan kita, baik penderitaan, pencobaan dan berbagai macam kemewahan dunia
ini yang dapat menjauhkan kita dari tujuan akhir, yaitu Sorga. Ditambah lagi
dengan kelemahan-kelemahan kita karena dosa asal. Oleh karena itu, walaupun
Tuhan telah memberikan kebajikan ilahi serta rahmat pengudusan, yang menjadi
modal utama dan syarat utama untuk mencapai keselamatan, manusia memerlukan
Penolong lain, yaitu Roh Kudus, sehingga manusia dapat bertahan dalam kehidupan
ini untuk mencapai Sorga.[2] Maka Roh Kudus diperlukan oleh kita manusia,
bukan hanya untuk bertahan, namun untuk selanjutnya membawa kita mencapai
kesempurnaan kehidupan kristiani. Inilah yang dijanjikan oleh Kristus, ketika
Ia mengatakan akan mengutus Roh Kudus, yang akan terus menyertai seluruh umat
beriman (lih. Yoh 14:16). Kristus memberikan Roh Kudus, yaitu Roh-Nya sendiri
yang akan tinggal di tengah- tengah kita semua yang percaya kepada-Nya. Roh
Kudus yang tinggal di dalam hati manusia mewarnai dan mengubah jiwa manusia
menjadi semakin bertumbuh dalam kekudusan, sehingga menjadi semakin serupa
dengan Tuhan Yesus.
Roh Kudus memberikan inspirasi kepada umat manusia
lewat karunia-karunia Roh Kudus. Nabi Yesaya telah menulis tentang ketujuh
karunia Roh Kudus tersebut. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: “Ketujuh
karunia Roh Kudus yang diberi kepada orang Kristen adalah: kebijaksanaan,
pengertian, nasihat, keperkasaan, pengenalan, kesalehan, dan rasa takut kepada
Allah.” (KGK, 1845). Mengapa umat Allah memerlukan tujuh karunia Roh Kudus?
Jawabannya sederhana, yaitu karena karunia Roh Kudus ini diperlukan supaya kita
dapat mencapai tujuan akhir kita, yaitu Sorga. Karena Sorga yang ilahi itu
berada di luar kodrat manusia, maka kita memerlukan bantuan ilahi, yaitu Roh
Kudus, untuk mencapai tujuan akhir ini. Sama seperti bayi tidak bisa pergi ke
suatu tempat tanpa bantuan orang tuanya, maka kita tidak dapat mencapai Sorga
tanpa bantuan dari Allah sendiri, yaitu Roh Kudus.
St. Thomas Aquinas menjelaskan lebih lanjut bahwa akal
budi dan tentu saja kebajikan ilahi (iman, pengarapan dan kasih) diperlukan
untuk mencapai tujuan akhir. Namun, karunia Roh Kudus inilah yang membuat jiwa
kita siap mengikuti gerakan rahmat Allah.[4] Dapat diibaratkan bahwa karunia Roh Kudus merupakan
layar dari sebuah kapal, yang memungkinkan kapal bergerak di laut lepas menuju tujuan
akhir tanpa adanya usaha yang begitu besar dari awak kapal. Dengan layar yang
berkembang secara bebas, maka kapal tersebut dapat mencapai tujuan akhir dengan
selamat.
Jika dikatakan bahwa kebajikan moral mempunyai materai
manusia, maka dapat pula dikatakan bahwa karunia-karunia Roh Kudus mempunyai
materai Allah. Rahmat pengudusan dan kebajikan ilahi memberikan gambaran akan
Kristus. Ibaratnya, kebajikan moral adalah seumpama kuas di tangan manusia.
Manusia dengan tangannya sendiri dapat menorehkan garis atau coretan untuk
membentuk lukisan, namun tidaklah terlalu sempurna. Namun dengan karunia Roh
Kudus, coretan tersebut menjadi sempurna. Sebab di sini kebajikan moral yang
diumpamakan sebagai kuas, ada di tangan Allah, dengan karunia Roh Kudus-Nya,
sehingga kuas itu dapat menorehkan garis atau coretan untuk melukiskan gambar
Yesus dengan sempurna. Inilah sebabnya, karunia Roh Kudus diperlukan oleh umat
beriman dalam mencapai kesempurnaan kehidupan Kristiani.
TENTANG KARUNIA ROH KUDUS SECARA UMUM
Seperti yang telah disebutkan dalam Kitab Yesaya
11:2-3, tujuh karunia Roh Kudus adalahkebijaksanaan, pengertian, nasihat,
keperkasaan, pengenalan, rasa takut akan Allah, dan kesalehan -yaitu yang
kesukaannya adalah takut akan Allah (lih. Yes 11:2-3). Empat dari
karunia ini adalah karunia yang menyempurnakan akal budi, yaitu: kebijaksanaan,
pengertian, nasihat dan pengenalan akan Allah. Pengertian memberikan kedalaman
pemahaman akan kebenaran Allah dan ketiga hal lainnya memberikan
pertimbangan dalam mengambil keputusan. Karunia kebijaksanaan membantu kita
menimbang hal-hal yang berkaitan dengan Allah; pengenalan akan Allah membantu
kita menimbang ataupun menilai hal- hal sehubungan dengan ciptaan; nasihat
mengarahkan tindakan kita. Sedangkan tiga dari karunia ini adalah karunia yang
menopang keinginan (will) dan indera (senses) kita untuk
menginginkan segala yang baik. Kesempurnaan keinginan (will) ditopang
dengan kesalehan, membimbing kita dalam hubungan kita dengan Allah dan
sesama. Sedangkan untuk menopang indera (senses), Roh Kudus
memberikan keperkasaan dan rasa takut akan Tuhan. Keperkasaan memberikan
kekuatan sehingga kita tidak menghindar dari kesulitan untuk mencapai
kesempurnaan rohani; sedangkan rasa takut akan Tuhan memampukan indera kita untuk
mengusahakan hubungan yang seharusnya antara Tuhan Sang Pencipta dan kita
ciptaan-Nya, serta membatasi keinginan kita akan hal-hal yang bersifat duniawi.
Di antara semua karunia Roh Kudus, karunia yang
tertinggi adalah kebijaksanaan. Kalau kita melihat tingkatannya, maka urutan
karunia dari yang paling tinggi sampai yang paling mendasar adalah:
kebijaksanaan, pengertian, pengenalan, nasihat, kesalehan, keperkasaan dan
takut akan Tuhan. Sekarang, marilah kita lihat karunia-karunia ini satu
persatu, mulai dari yang paling mendasar.
TENTANG TUJUH KARUNIA ROH KUDUS
1. Karunia takut
akan Tuhan (fear of the Lord)
Ada ketakutan yang baik dan ada ketakutan yang tidak
baik. Ketakutan yang bersumber pada keduniaan atau penderitaan fisik di atas
segalanya tidaklah baik. Ketakutan seperti ini adalah ketakutan kehilangan
kenyamanan fisik dan kenikmatan dunia melebihi ketakutan akan kehilangan iman.
Jika seseorang menganggap iman dan Gereja sebagai penghalang baginya, ia
siap meninggalkan iman maupun Gereja supaya kenyamanan akan hal-hal duniawi
dapat dipertahankan olehnya. Ketakutan seperti ini bukanlah ketakutan yang
baik, sebab bahkan dapat membawanya kepada penderitaan abadi di neraka, sebab
ia rela meninggalkan iman akan Kristus yang sudah diketahuinya dapat membawanya
kepada kehidupan kekal. Namun demikian, ada ketakutan yang baik, yaitu takut
akan Tuhan (fear of the Lord). St. Teresa mengatakan bahwa Tuhan telah
memberikan obat bagi manusia untuk menghindari dosa, yaitu takut akan Tuhan dan
kasih. Takut akan Tuhan adalah takut akan penghukuman Tuhan, takut bahwa
dirinya akan terpisah dari Tuhan untuk selamanya di neraka. Ketakutan seperti
ini disebut “servile fear“. Ketakutan pada tahap ini membantu seseorang
untuk membawanya kepada pertobatan awal. Namun, bukankah Rasul Yohanes
mengatakan bahwa dalam kasih tidak ada ketakutan? (lih. 1Yoh 4:18) Ya, dengan
bertumbuhnya iman, maka takut akan penghukuman Tuhan akan berubah menjadi takut
menyedihkan hati Tuhan, yang didasarkan atas kasih. Inilah yang disebut takut
karena kasih (filial fear), seperti anak yang takut menyedihkan hati
bapanya.
Karunia Roh Kudus ini menyadarkan bahwa satu-satunya
yang memisahkan seseorang dari Tuhan adalah dosa. Oleh karena itu, manifestasi
dari karunia ini adalah kesedihan karena dosa, yang diikuti dengan kebencian
akan dosa. Orang yang membenci dosa tidak hanya menghindari dosa berat, namun
juga ia tidak mau melakukan dosa ringan. Ia akan lari dari peluang dan kondisi
yang dapat membuat dia berbuat dosa. Ia akan sadar bahwa meskipun ia sudah
berusaha menghindari dosa, ia kerap tetap jatuh di dalam dosa, termasuk dosa
ringan. Dengan demikian, ia menjadi sadar akan dirinya yang tidak berarti
apa-apa, dan pada saat yang bersamaan ia sadar bahwa Tuhan adalah segalanya.
Sikap seperti inilah yang menuntunnya kepada kerendahan hati. Jika kita
belajar dari kesalahan kita bahwa yang sering memisahkan diri kita dari Tuhan
adalah godaan duniawi, maka kita belajar untuk membatasi diri dari kenikmatan
duniawi. Inilah yang disebut sebagai kebajikan penguasaan diri (temperance).
Marilah kita menilik ke dalam hati kita, sudahkah kita memiliki rasa takut akan
Tuhan: sudahkah kita membenci dosa, dan berusaha untuk menjauhinya.
2. Karunia
keperkasaan (fortitude)
Kebajikan keperkasaan adalah keberanian untuk mengejar
yang baik dan tidak takut dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi
tercapainya kebaikan tersebut. Karunia keperkasaan dari Roh Kudus adalah
keberanian untuk mencapai misi yang diberikan oleh Tuhan, bukan berdasarkan
pada kemampuan diri sendiri, namun bersandar pada kekuatan Tuhan. Dengan
kebajikan keperkasaan, kita dapat berkata seperti yang dikatakan oleh
Rasul Paulus, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku.” (Flp 4:13). Juga, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang
akan melawan kita?” (Rom 8:31) Melalui karunia ini, Roh Kudus memberikan
kekuatan kepada kita untuk yakin, percaya dan bersandar kepada kekuatan Allah.
Allah dapat menggunakan kita yang terbatas dalam banyak hal untuk memberikan
kemuliaan bagi nama Tuhan. Sebab Allah memilih orang-orang yang bodoh, yang lemah,
agar kemuliaan Allah dapat semakin dinyatakan, dan agar tidak ada orang yang
bermegah di hadapan-Nya (lih. 1Kor 1:27-29).
Orang yang dipenuhi dengan karunia keperkasaan
bukannya tidak pernah merasa takut, namun mereka dapat mengatasi ketakutannya
karena mereka percaya pada Allah yang dapat melakukan segalanya. Bunda Teresa
yang berani melaksanakan kehendak Allah untuk melayani orang-orang yang miskin
di tengah-tengah pelayanannya sebagai biarawati yang menjadi guru, adalah
contoh bagaimana karunia keperkasaan menjadi nyata. Dan dalam derajat yang
sempurna, karunia Roh Kudus ini dinyatakan oleh para martir. Sekilas mungkin
saja kita berpikir, “tetapi aku tidak mempunyai tingkat keberanian seperti para
martir dan pan para orang kudus itu…”. Tetapi, benarkah bahwa dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak mempunyai kesempatan untuk menerapkan karunia
keperkasaan ini?
Dalam keseharian kita, kita juga dituntut untuk mati
terhadap keinginan diri sendiri, dan berjuang dalam kekudusan. Dan orang yang
secara sadar berjuang dalam kekudusan akan merasakan bahwa ini adalah tantangan
yang sungguh berat. Keinginan dan perjuangan untuk hidup dalam kekudusan adalah
karunia Roh Kudus. Roh Kudus memberikan kekuatan sehingga dapat memberikan
keberanian untuk terus melakukan karya kerasulan walaupun ada banyak
kekurangan, keberanian untuk menanggung sakit penyakit dan penderitaan,
keberanian untuk mengutamakan orang lain dibandingkan diri sendiri, ataupun
keberanian untuk mewartakan Kristus dan Gereja-Nya di tengah-tengah dunia yang
dipenuhi dengan pandangan relativisme dan keacuhan terhadap hal- hal rohani.
Karunia keperkasaan diperoleh dengan kerendahan hati, yaitu dengan bertekun
dalam doa dan sakramen. Sakramen Penguatan memberikan kekuatan kepada kita
untuk menjadi tentara Kristus; Sakramen Ekaristi memberikan makanan spiritual
yang akan menguatkan kita dalam perjuangan rohani; Sakramen Tobat memberikan
kekuatan pada kita untuk melawan godaan; Sakramen Perminyakan memberikan
kekuatan kepada kita dalam perlawanan terakhir.
3. Karunia
kesalehan (piety)
Karunia kesalehan adalah karunia Roh Kudus yang
membentuk hubungan kita dengan Allah seperti hubungan seorang anak dengan
bapanya; dan pada saat yang bersamaan, membentuk hubungan persaudaraan yang
baik dengan sesama. Karunia ini menyempurnakan kebajikan keadilan, yaitu
keadilan kepada Allah – yang diwujudkan dengan agama – dan keadilan kepada
sesama. Karunia kesalehan memberikan kita kepercayaan kepada Allah yang penuh
kasih, sama seperti seorang anak percaya kepada bapanya. Hal ini memungkinkan
karena kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah, sehingga
kita dapat berseru “Abba, Bapa!” (lih. Rom 8:15). Dengan hubungan kasih seperti
ini, seseorang dapat mengerjakan apa yang diminta oleh Allah dengan segera, karena
percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik. Dalam doa, orang ini menaruh
kepercayaan yang besar kepada Allah, karena percaya bahwa Allah memberikan yang
terbaik, sama seperti seorang bapa akan memberikan yang terbaik bagi anak-
anaknya. St. Theresia Kanak-kanak Yesus mempunyai karunia ini secara nyata,
karena dia menempatkan dirinya sebagai seorang anak yang mau melakukan apa saja
untuk Bapa-nya. Ia mengumpamakan kehidupan rohaninya sebagai seseorang yang
naik dengan liftmenuju Tuhan, yaitu dengan tangan Tuhan
sendiri yang menopangnya dan mengangkatnya. Kuncinya sederhana: melakukan
hal-hal yang kecil dan sederhana, dengan kasih yang besar kepada Allah.
Orang-orang yang menerima karunia kesalehan akan
memberikan penghormatan kepada Bunda Maria, para malaikat, para kudus, Gereja,
sakramen, karena mereka semua itu berkaitan dengan Allah. Juga, orang-orang
yang diberi karunia ini, juga akan membaca Kitab Suci dengan penuh hormat dan
kasih, karena Kitab Suci merupakan surat cinta dari Allah kepada manusia. Dalam
hubungannya dengan sesama, karunia kesalehan dapat menempatkan sesama sebagai
saudara/i di dalam Kristus, karena Allah mengasihi seluruh umat manusia dan
menginginkan agar mereka juga mendapatkan keselamatan. Mereka yang saleh ini
akan menjadi lebih bermurah hati kepada sesama. Dan dalam derajat yang lebih
tinggi, mereka bersedia memberikan dirinya demi kebaikan bersama.
4. Karunia nasihat
(Counsel)
Mazmur 32:8 mengatakan, “Aku hendak mengajar dan
menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat,
mata-Ku tertuju kepadamu.” Allah menunjukkan jalan kepada kita melalui karunia
Roh Kudus-Nya, yaitu karunia nasihat. Karunia adi kodrati ini adalah karunia
yang memberikan petunjuk jalan mana yang harus ditempuh untuk dapat memberikan
kemuliaan yang lebih besar bagi nama Tuhan. Karunia nasihat menerangi kebajikan
kebijaksanaan (prudence), agar kita dapat memutuskan dengan baik, pada
waktu, tempat dan keadaan tertentu. Dengan demikian, karunia nasihat senantiasa
menerangi jalan orang- orang yang dengan sungguh- sungguh mendengarkan Roh
Kudus.
Yang terpenting sehubungan dengan karunia nasihat
adalah kesediaan dan kerjasama kita dalam melaksanakan dorongan Roh Kudus. Kita
tidak boleh menempatkan penghalang sehingga Roh Kudus tidak dapat bekerja
secara bebas. Penghalang karunia Roh Kudus ini dapat berasal dari diri kita
sendiri, seperti keterikatan pada pertimbangan kita sendiri, tergesa-gesa dalam
mengambil keputusan, dan juga kurangnya kerendahan hati. Kita perlu belajar
dari teladan Bunda Maria yang memiliki kesediaan penuh untuk bekerjasama
mewujudkan karya Allah dalam hidupnya, dengan mengatakan, “Terjadilah padaku,
Tuhan, menurut perkataan-Mu” (lih. Luk 1:38).
Dengan terus membiarkan Roh Kudus memimpin jalan
kita secara bebas, kita terus dimurnikan oleh Roh Kudus, sehingga lama
kelamaan, kita mempunyai intuisi akan jalan mana yang harus diambil sesuai
dengan apa yang diinginkan Allah. Karunia ini diperlukan bagi orang-orang yang
memberikan bimbingan rohani, sehingga mereka dapat memberikan petunjuk sesuai
dengan apa yang diinginkan Allah dalam kehidupan mereka.
5. Karunia
pengenalan (knowledge)
Karunia pengenalan memberikan kemampuan kepada
seseorang untuk menilai ciptaan dengan semestinya dan melihat kaitannya dengan
Sang Pencipta. Kebijaksanaan 13:1-3 menggambarkan karunia ini dengan indahnya:
“Sungguh tolol karena kodratnya semua orang yang tidak mengenal Allah sama
sekali; dan mereka tidak mampu mengenal Dia yang ada dari barang-barang yang
kelihatan, dan walaupun berhadapan dengan pekerjaan-Nya mereka tidak mengenal
Senimannya. Sebaliknya, mereka mengganggap sebagai allah yang menguasai jagat
raya ialah api atau angin ataupun udara kencang, lagipula lingkaran
bintang-bintang atau air yang bergelora ataupun penerang-penerang yang ada di langit.
Jika dengan menikmati keindahannya mereka sampai menganggapnya allah, maka
seharusnya mereka mengerti betapa lebih mulianya Penguasa kesemuanya itu. Sebab
Bapa dari keindahan itulah yang menciptakannya.” Dengan kata lain, karunia
pengenalan akan Allah memberikan kepada kita, pengertian akan makna dari
ciptaan dengan mengacu kepada Sang Pencipta, yaitu Tuhan.
Dengan karunia pengenalan akan Allah, seseorang dapat
memberikan makna akan hal-hal sederhana yang dilakukannya setiap hari, dengan
mengangkatnya ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan pengudusannya.
Artinya, semua pekerjaan, jika dilakukan dengan jujur, bersungguh-sungguh dan
dengan motivasi untuk mengasihi Allah, dapat menjadi cara bagi kita untuk
bertumbuh dalam kekudusan. Semua hal di dunia ini dapat dilihat dengan
kaca mata Allah, dan dihargai sebagaimana Allah menghargai tiap-tiap ciptaan-Nya
itu.
6. Karunia
pengertian (understanding)
Karunia pengertian adalah adalah karunia yang
memungkinkan seseorang untuk mengerti kedalaman misteri iman. Karunia
pengertian adalah seumpama sinar yang menerangi akal budi kita, sehingga kita
dapat mengerti apa yang sebenarnya diajarkan oleh Kristus dan misteri iman
seperti apakah yang harus kita percayai. Raja Daud memahami karunia ini,
sehingga dengan penuh pengharapan ia berkata, “Buatlah aku mengerti, maka aku
akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.” (Mzm
119:34) Karunia pengertian memberikan kedalaman pengertian akan Kitab Suci,
kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam sakramen-sakramen, dan juga kejelasan akan
tujuan akhir kita, yaitu Surga.
Karunia pengertian ini memberikan gambaran yang jelas
akan tujuan akhir kita yaitu Surga. Dengan karunia ini, kita dapat terdorong
untuk mengarahkan seluruh hidup kita ke Surga. Kita akan mengusahakan segala
pikiran, perkataan dan perbuatan kita agar selaras dengan kehendak dan perintah
Tuhan. Kita akan terdorong untuk terus mencari dan memahami apa yang menjadi
kehendak-Nya dalam hidup kita dan berjuang dengan sekuat tenaga untuk
melaksanakannya.
7. Karunia
kebijaksanaan (wisdom)
Karunia kebijaksanaan adalah karunia yang memungkinkan
manusia untuk mengalami pengetahuan akan Tuhan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan Tuhan. Karunia kebijaksanaan ini berhubungan erat dengan
kasih. Karunia ini bukan hanya merupakan pengetahuan belaka, namun merupakan
satu pengalaman ilahi yang diperoleh melalui kasih. Roh Kudus mengisi jiwa
orang- orang yang sederhana dan penuh kasih dengan karunia ini, sehingga
seolah-olah mereka memakai kacamata ilahi dalam melihat segalanya. Seseorang
dapat menjelaskan tentang rasa buah durian dengan berbagai macam kata dan
susunan kalimat. Namun, tidak ada yang dapat menjelaskan dengan baik rasa buah
durian selain dengan mencobanya sendiri. Atau sama seperti seorang ibu yang
mengenal anaknya bukan dari buku, namun dari kasihnya kepada anaknya. Demikian
juga, karunia ini akan menjadi semakin nyata dalam kehidupan seseorang, sesuai
dengan besarnya kasih yang dinyatakan olehnya, kepada Tuhan. Santo Thomas
Aquinas mengatakan bahwa adalah lebih baik bagi kita untuk hanya mengenal
sesuatu (ciptaan) yang lebih rendah dari kita daripada mencintainya, tapi
adalah lebih baik bagi kita untuk mencintai sesuatu yang lebih tinggi dari kita
daripada hanya mengenalnya. Karena Tuhan lebih tinggi secara tak terbatas
daripada diri kita, maka adalah lebih baik kita untuk memperoleh pengetahuan
akan Tuhan dengan cara mengasihi-Nya secara tak terbatas. Dengan demikian,
seseorang dapat mengalami kemanisan akan Tuhan.
Karena karunia kebijaksanaan memungkinkan seseorang
melihat segala sesuatunya dari kacamata Tuhan, maka orang ini dapat menimbang
segala sesuatunya dengan tepat, mempunyai perspektif yang jelas akan kehidupan,
melihat segala yang terjadi dalam kehidupannya dengan baik tanpa adanya
kepahitan, dan dapat bersukacita di dalam penderitaan. Semua yang terjadi
dilihat secara jelas dalam kaitannya dengan Tuhan. Karunia ini memungkinkan
seseorang menjalani kehidupan sehari-hari dengan pandangan terfokus kepada
Tuhan. Karunia ini membuat seseorang dapat mencerminkan Kristus, seperti yang
dituliskan oleh Rasul Paulus, “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan
dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari
Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam
kemuliaan yang semakin besar.” (1Kor 3:8)
(sumber : www.katolisitas.org)
No comments:
Post a Comment